Mengambil salah satu cerita yang dikisahkan oleh Reynald Khasali dalam bukunya ‘Change!’, bahwa pada waktu peresmian perluasan Disneyland yang kesekian kalinya di Amerika pada Desember tahun 1966, tidak dilakukan oleh Walter Elias Disney, tetapi oleh isterinya Lilian Bounds. Dalam acara peresmian tersebut salah seorang peserta acara memberikan pendapat kepada isterinya dengan maksud sebagai tanda empati ‘Sayang, pada saat acara peresmian perluasan taman hiburan Disneyland yang megah dan menjadi salah satu ikon Amerika Serikat ini, Walt Disney tidak dapat melihatnya lagi’. Pernyataan tersebut tidak ditanggapi dengan haru oleh isteri Walt Disney, tetapi justru sangat elegan, mencengangkan dan menyadarkan kita, ia menjawab ‘Anda salah, suami saya Walt Disney, justru telah ‘melihatnya’ jauh hari sebelum kita, sedangkan kita, baru melihatnya sekarang, setelah semuanya selesai dan berdiri secara fisik dengan megahnya!’
Pada kisah yang lain, sudah menjadi ‘kekesalan’ dari pemerintah untuk mensiasati bagaimana caranya pemberdayaan masyarakat tradisional di sekitar pertambangan migas disuatu daerah terpencil dan tradisional. Salah satu sifat yang membuat pemerintah kesal adalah perilaku menghambur-hamburkan uang begitu mendapatkan hasil atas pertanian atau pertambangan mereka dengan cara berfoya-foya seperti minum-minum ataupun meramaikan tempat hiburan malam dan juga pelacuran. Dan begitu uang mereka habis, mereka kembali melarat dan hidup serta makan dari hasil hutan kembali. Bahkan ada satu contoh nyata, dimana salah satu kepala suku di daerah terpencil tersebut, setelah mendapatkan uang hasil pembebasan tanahnya, sang kepala suku tinggal di salah satu hotel terbaik di kota berbulan-bulan dan tiap hari berpesta dengan minuman dan perempuan sampai uangnya habis!
Kebanyakan masyarakat terpencil dan tradisional , sama sekali tidak mengenal istilah ‘planning’ dengan melihat kedepan untuk mengurusi hidupnya. Yang biasa mereka lakukan sesuai tradisi, tinggal di hutan dimana secara alami hutan mencukupi kebutuhan makannya walaupun tanpa bekerja. Membuat sagu, sebagai makanan pokok dan berburu hewan mamalia, serangga ataupun mollusca sebagai lauknya. Sehingga apabila mereka mendapatkan uang dalam jumlah banyak, tidak pernah terpikir untuk melihat kedepan dengan menabung untuk mengantisipasi kebutuhan dimasa depan seperti perumahan, pakaian, transportasi ataupun pendidikan (boro-boro!).
Juga, maha karya ‘Disneyland’ ternyata telah terlihat sangat nyata di pikiran Walt Disney jauh hari sebelum kita dapat melihatnya dengan mata kita setelah bangunan itu selesai didirikan. Dengan tekun Walt Disney mengerjakan megaproyek ‘Disneyland’ yang nyata dalam pikirannya untuk dipersembahkan secara fisik kepada publik Amerika Serikat dan dunia. Disneyland diresmikan pertama kali pada tahun 1955 dan setiap tahun mengalami perluasan mengimbangi jumlah pengunjung yang terus membludak dan mencapai lebih dari 50 juta orang dalam 10 tahun (1955 – 1966). Inilah contoh kekuatan ‘melihat’ kedepan.
Dalam kehidupan nyata sehari-hari, sangat penting bagi kita untuk dilatih melihat kedepan sebelum mengerjakan sesuatu baik dirumah, sekolah maupun dalam bekerja. Melihat kedepan artinya kita harus tahu apa yang menjadi tujuan kita ataupun bentuk akhir dari apa yang kita kerjakan. Dengan melihat kedepan, maka kita akan tahu langkah-langkah apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Sama seperti menyelesaikan sebuah puzzle, dimana kita harus melihat bentuk akhir dari gambar puzzle yang akan kita gunakan sebagai dasar untuk melangkah dan mewujudkannya.
Seberapa jauh kemampuan kita melihat kedepan akan menentukan kualitas kehidupan kita kelak. Kemampuan melihat kedepan akan menentukan seberapa jauh target tujuan kehidupan kita. Walt Disney dan sebagian masyarakat terpencil dan sangat tradisional mungkin merupakan 2 (dua) contoh ekstrim dari kemampuan melihat kedepan. Masyarakat tradisional tidak punya kemampuan melihat kedepan bahkan dalam hitungan hari, ia tidak terpikir sama sekali apa yang akan dimakan besok dan menghabiskan uangnya sekejap setelah memperolehnya. Sedangkan Walt Disney, bukan hanya mempunyai kemampuan melihat kedepan, tetapi menembus jaman sehingga banyak orang menyebutnya sebagai ‘mimpi’.
Pernah ada film ‘Star Trek the Next Generation’ yang jadi tontonan favorit di TVRI pada tahun 1980-an. Dan pada saat sekarang, era tahun 2000-an, sebagian ‘mimpi’ di film tersebut telah menjadi nyata dan bahkan melampauinya. Di film Star Trek digambarkan telepon genggam yang masih sebesar aki sepeda motor, dan juga panel-panel control dengan lampu yang berkelap-kelip yang terlihat masih analog konvensional. Sekarang telepon genggam adalah produk massal yang hanya sebesar genggaman bayi dan juga panel control yang digital dengan layar sentuh. Lampu kelap-kelip yang waktu itu kelihatannya canggih dan membuat kita terlihat awam, justru pada saat sekarang, di kokpit pesawat diganti dengan layar gelap yang hanya akan nyala apabila ada panel yang butuh perhatian, sehingga tidak membingungkan bagi pilot atau operatornya (Dark Cockpit Philosophy).
Soichiro Honda, pendiri dan pemilik Honda Motor Inc Jepang, menjadikan kata ‘The Power of Dreams’ sebagai mantra untuk menyihir semangat karyawan Honda Motor untuk selalu berinovasi dan bermimpi. Sangat mungkin ‘The Power of Dreams’ yang merupakan jargon Honda merupakan gambaran dari kerja keras dirinya mewujudkan mimpi.
Lahir tahun 1906, dari keluarga pandai besi yang tidak mampu, kecintaan Soichiro Honda akan dunia otomotif, diawali dari kegilaannya melihat mobil Ford Model T dan selalu mengejarnya jika melintas didesanya. Ia bahkan rela hanya menjadi office boy untuk bekerja di sebuah bengkel di Tokyo agar dapat selalu dekat dengan mobil-mobil yang menjadi kegilaannya.
Dan inovasipun terus mengalir, sehingga akhirnya mobil jepang yang terkenal kompak, irit bahan bakar dan mudah perawatannya mendominasi mobil dunia dan mengalahkan Amerika yang merupakan tempat kelahirannya mobil. Itulah kekuatan dari mimpi, jauh melihat ke depan, melintas jaman!
‘Melihat ke depan’,’ visi’ dan yang lebih jauh lagi ‘mimpi’ akan menentukan siapa kita pada akhirnya.
Vision without work is a dream day, but work without vision is nightmare!
Marilah bermimpi!!