Betapa banyak nasehat yang baru ku mengerti, setelah berjalan puluhan tahun…

Rasanya hanya sebuah lelucon dan penghibur sesaat saja. Ketika mendiang Bapak sering merayu anaknya, untuk menghabiskan sisa makanan yang telah disiapkan dalam piring kita. Beliau berkata ‘Hayo, makanlah, tinggal sedikit lagi!’, sambil menyorongkan sendok ke mulut anaknya, dan melanjutkan ‘Kasian makanannya, ia menangis, ia menjerit kalau tidak dihabiskan, ia ingin ikut main, ia ingin ikut berlari denganmu, ia ingin ikut belajar denganmu!’

Pikiran kecil yang sangat terbatas, membuat saya cepat menghabiskan makanan itu, bukan karena alasan yang diberikan Bapak, tetapi karena pengin cepat selesai, berpindah ke aktifitas lain dan menyudahi ‘omelan’ yang benar-benar ‘tidak masuk akal’.

Pikiran kecil yang penuh dengan keterbatasan hanya melihat ikan dan lauk adalah sebuah benda mati! Sama halnya dengan benda mati lain yang kulihat saat itu -baju, kursi, gelas, meja dan buku- tak lebih!

Dan ketika terasa cahaya-Mu sedikit menerpa hatiku, semuanya terasa berbeda!

Yang saya rasakan sekarang bahwa semua yang saya lihat adalah benda hidup!

Pada benda yang kita anggap matipun, itu merupakan benda hidup!

 

Untuk menjadi suatu materi misalkan sebuah papan tulis, didalamnya ada sel-sel dan atom-atom yang saling mengikat diri mempertahankan keterpaduannya. Dalam fisika itu disebut Kohesif, gaya tarik menarik antara molekul yang sejenis!

Gaya adalah sebuah ‘kekuatan’ dan kekuatan membutuhkan energi. Siapakah di balik ‘energi’ itu, yang membuat semuanya rapi terikat, tanpa lelah, terus menerus dan membentuk suatu ikatan sehingga mewujud materi yang bisa kita manfaatkan seperti papan tulis tadi? Itulah yang Maha Agung!

Bisa kita bayangkan, ketika gaya kohesif itu tidak ada, semua semburat, meledak dan entah menjadi apa.

Disamping sifat kohesif-nya, materi mempunyai sifat adhesif. Gaya tarik menarik antara molekul yang berbeda. Papan tulis dengan sangat mudah ‘ditulisi’ oleh kapur tulis, karena adhesif dari kedua benda itu yang kuat. Tetapi cobalah menulis pada kaca yang sangat mengkilap, akan berbeda hasilnya, hanya sedikit yang tertinggal pada lembaran kaca dari kapur tulis tersebut, dan kalaupun tertinggal, semakin lama kapur tulis tersebut ‘lepas’ dari kaca, daya adhesif-nya tidak mampu menahan kekuatan yang lebih besar seperti angin atau berat dari butiran halus kapur tersebut.

Sebuah pemandangan yang sederhana kelihatannya, karena kita terbiasa melihatnya. Sehingga tidak terpikir bahwa yang Maha Agung berada dibalik semuanya, menciptakan semuanya dan membuat hal itu terjadi.

Bukankah kita tidak ‘melihat’ adanya udara karena keterbiasaan kita? Dan kita ‘melihat’ bahwa udara itu ada ketika kita melihat burung yang terbang tinggi, mempermainkan sayapnya yang seolah-olah berenang pada ‘sesuatu’, atau ketika tangan kita kibas-kibaskan, dan terasa adanya gaya yang menahan laju tangan kita, atau ketika angin bertiup kencang yang mendorong kita dengan sesuatu kekuatan dari sesuatu yang seakan-akan gak ‘berwujud’. Tidakkah kita melihat sesuatu yang Maha Agung di balik semua itu? Tidakkah kita ‘melihat’ sesuatu yang Maha Hidup yang membuat semua ini terjadi?

Karena suatu keterbiasaan juga, kita melihat bahwa lumrah dan alamiah semua benda akan jatuh kebawah. Dan kita akan tercengang ketika mindset ‘keterbiasaan’ itu ternyata adalah sebuah ‘hijab’, sebuah penghalang, yang ketika tersingkap akan memutarbalikkan keterbiasaan itu. Di ruang angkasa, semua menjadi mengambang, terbang bebas!

Aliran listrik misalnya, orang awam akan bilang strum. Entah makhluk apa itu, dengannya kita mencuci baju dalam sebuah mesin cuci, menanak nasi dalam sebuah ricecooker, mendinginkan makanan dalam sebuah kulkas atau membuat nyala sebuah bohlam. Sesuatu yang Maha Agung ada dibaliknya!

Dalam sebuah Hadist Qudsi, Allah berfirman: ”Aku adalah sebuah khasanah tersembunyi, Aku cinta  untuk dikenali, karena itu Aku ciptakan makhluk-makhluk agar Aku dikenali.”

Dan ketika kita dengan segala keterbatasannya mempertanyakan kehadiran Tuhan, mensekutukannya dan bahkan menganggapnya tidak ada, betapa sombongnya kita, betapa tidak tahu dirinya kita, dan sekaligus betapa bodohnya kita!!

Ya Allah, ketika wajahMu menampakkan dalam makhlukMu, terasa betapa kecilnya hambaMu, terasa betapa Kau telah meliputi seluruh jagad raya ini, tak bisa kulari kemana, sirna semua kesombonganku, dan hanya berpasrah kepada-Mu lah yang bisa kulakukan, percaya bahwa Kau akan memberikan yang terbaik pada diri hamba.

Iklan
Pos ini dipublikasikan di Renungan dan tag , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s