Sungguh, Kami-lah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kami-lah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (lauh mahfuz).
-Qs Yaasin (36):12-
Tim DVI (Disaster Victim Identification, Identifikasi Korban Bencana) dari Kepolisian RI sedang bekerja keras dengan adanya tragedi Sukhoi SSJ-100 di Gn Salak. Mereka berkonsentrasi untuk menguak siapakah identitas mayat korban Sukhoi SSJ-100 yang telah ditemukan dan kebanyakan dalam keadaan tidak utuh.
Pihak keluargapun diminta bantuannya. Mereka diminta untuk mengumpulkan barang-barang yang sering dipakai oleh korban seperti baju yang belum dicuci, sikat gigi dan apabila ada, juga bagian tubuh seperti rambut ataupun gigi.
Barang-barang bekas korban itu nantinya akan dicocokkan dengan DNA yang diambil dari tubuh korban.
Direktur Eksekutif Tim DVI Indonesia Kombes Anton Chastilani mengatakan sebagian besar jasad korban yang dimasukkan ke kantong tidak lagi utuh. “Tidak ada yang utuh,” ujarnya. Menurut Anton, proses identifikasi sudah dilakukan sejak Sabtu 12 Mei 2012 kemarin. Anton belum bisa memastikan kapan proses identifikasi bisa selesai. Menurutnya, “Minimal (butuh waktu) dua minggu, itu untuk identifikasi DNA saja. Proses identifikasi jenazah seperti menyusun puzzle yang sangat besar,” (Sumber Tempo).
Kemajuan teknologi terkini telah berhasil mengidentifikasi korban (mayat) dari bekas-bekas yang ditinggalkannya.
Semua manusia membawa ‘identitas’nya sendiri secara unik dan itulah yang akan ditinggalkannya pada waktu melakukan suatu perbuatan. Karena unik, maka kemungkinan tertukar menjadi sangat kecil sekali dan mempunyai akurasi yang sangat tinggi!
Sering kita lihat, tim forensik dari Kepolisian bekerja mengungkap kejahatan dengan petunjuk dari sidik jari pelaku yang tanpa ia sadari ia tinggalkan. Sidik jari yang ditinggalkan pelaku yang secara kasat mata tidak jelas terlihat akan dibuat jelas dan teridentifikasi dengan bantuan peralatan khusus. Sidik jari setiap manusia berbeda, dan dengan sendirinya, karena kelembaban dari kulit, akan membuat setiap kita memegang sesuatu benda akan memberikan ‘stempel’ yang dapat ditelusuri.
Bau badan setiap manusia juga unik dan tidak sama pada setiap manusia. Untuk melacak bau tersebut, digunakan anjing pelacak yang mempunyai penciuman yang kuat dan dapat membedakan jenis dari berbagai macam bau. Jika pelaku kejahatan meninggalkan bekas berupa sepatu, sandal atau misalkan pakaian, maka bekas-bekas bau pada benda tersebut tersebut akan dijadikan petunjuk bagi anjing pelacak untuk mengendus kemana arahnya pelaku bergerak. Hebatnya, meskipun telah terjadi beberapa jam setelah kejadian, bekas-bekas tersebut masih dapat tercium oleh anjing pelacak.
Beberapa distrik kepolisian di Amerika dan China telah mempunyai bank data dari bau badan para narapidana yang disimpan dengan kondisi yang khusus, sehingga memungkinkan tetap ‘segar’ baunya ketika akan dipakai. Dengan bank data tersebut, maka ‘bekas-bekas’ bau di suatu tempat kejadian perkara akan dibandingkan dengan bank data untuk mencari pelakunya.
Salah satu teknologi yang telah ditemukan manusia untuk mengetahui usia dari suatu bangunan, candi, fosil atau bekas-bekas peninggalan lainnya adalah dengan perbandingan radiokarbon.
Cara penentuan usia radiokarbon merupakan metoda radiometri yang dapat dipakai untuk menentukan umur mutlak suatu bahan sampai umur 50.000 tahun yang lalu. Penentuan umur ini dapat dilakukan pada bahan yang mengandung unsur karbon (C). Unsur karbon yang dipakai adalah isotop 14C yang terdapat dalam atmosfir yang terikat dalam senyawa CO2. Senyawa organik isotop karbon ini dihasilkan oleh reaksi sinar kosmos dengan unsur nitrogen. Tumbuh-tumbuhan hijau melalui fotosintesis menyerap udara yang mengandung campuran isotop karbon, sedangkan pada organisma campuran isotop karbon diserap melalui rangkaian makanannya.
Nisbah radiokarbon terhadap isotop karbon yang mantap dalam organisma hidup adalah sama dengan nisbahnya dalam atmosfir. Kematian organisma mengakhiri pertukaran CO2 antara organisma dengan atmosfir. Dalam organisma yang mati, 14C berkurang melalui peremputan radioaktif. Dengan membandingkan derajat keradioaktifan dalam organisma yang mati dengan yang terdapat di dalam organisma hidup, dapat ditentukan sudah berapa lama organisma itu mati. Waktu paruh radiokarbon adalah 5560 ± 40 tahun.
Allah SWT, sang Maha Pencipta, telah membuat setiap manusia unik, berbeda satu sama lain, bahkan pada manusia yang terlahir kembar. Sidik jari, bau badan, rambut, retina mata, anatomi gigi dan yang terkecil adalah DNA yang ada pada setiap organ tubuh kita tercipta sangatlah unik.
Semua yang kita kerjakan baik yang dilakukan terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi, akan meninggalkan bekas-bekasnya atas perbuatan tersebut.
Bahkan, ada suatu penemuan yang perlu diadakan penelitian yang lebih intensif, bahwa setiap ingatan, kegemaran ataupun hobi akan tersimpan dan membekas didalam sel. Ini terlihat ketika banyaj pasien penerima transplantasi jantung ternyata kemudian mempunyai kegemaran yang berbeda dengan sebelumnya dan mempunyai kegemaran baru yang sama dengan kegemaran pendonornya. (lebih detail dapat dibaca pada artikel dibawah, dari http://www.dailymail.uk).
Teknologi yang telah dikembangkan oleh manusia baru bisa menginterpretasikan beberapa hal seperti lama atau usia peninggalan dan identifikasi oknum dengan perbandingan. Masih banyak yang belum dapat terungkap.
Allah SWT berfirman didalam Al Quran dan dengan terang benderang, menyatakan bahwa:
Sungguh, Kami-lah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kami-lah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (lauh mahfuz).
-Qs Yaasin (36):12-
Bekas-bekas itulah yang terus diteliti oleh manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuktikan hal tersebut, bahwa manusia meninggalkan bekas-bekasnya didalam perjalanan hidupnya.
Ilmu yang telah manusia ketahui jauh lebih sedikit dari ilmu yang belum manusia ketahui. Dan ilmu Allah SWT, sebagai sang Maha Pencipta akan melebihi semua itu. Kalau manusia hanya bisa mengidentifikasi korban atau peninggalan dari bekas-bekas yang ditinggalkan, maka bagi Allah SWT, apapun yang akan dikehendaki-Nya akan terwujud, seperti menghadirkan ‘film-film’ atas perbuatan kita selama didunia nantinya, ataupun menghidupkan makhluk hidup yang telah mati, bukan merupakan hal yang sulit, seperti dalam ayat berikut:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap)”. Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan diatas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.
-QS Al Baqarah (2):260-
Sangatlah tidak layak membandingkan antara ilmu manusia dengan ilmu sang Maha Pencipta, pemilik segala ilmu, seperti tercantum didalam Al Quran:
Dan seandainya pohon-pohon dibumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
-Qs Lukman (31):27-
Dengan bukti-bukti yang nyata dan terang benderang, masihkah kita akan mengatakan bahwa alam semesta dan seluruh isinya terjadi dengan sendirinya? Masihkah kita mengabaikan Al Quran yang merupakan kitab dari Allah SWT, sang Maha Pencipta?
Subhanallah, semoga kita tidak termasuk orang yang berpaling dari-Nya.
——–
Diolah dari berbagai sumber: Al Quran, Wikipedia, Tempo Interaktif dan Abstract: Radiokarbon Bagi Penentuan Umur… Oleh Darwin Alijasa Siregar, Pusat Survei Geologi Bandung.
——–
Man given heart of suicide victim marries donor’s widow and then kills himself in exactly the same way
By PAUL THOMPSON
Last updated at 21:49 07 April 2008
A man who received the transplanted heart of a suicide victim has killed himself in exactly the same way.
And, astonishingly, the same wife is mourning all over again.
Sonny Graham, who had received Terry Cottle’s heart, also went on to marry his widow.
Scroll down for more…
Heart transplant recipient Sonny Graham, pictured with wife Cheryl, commited suicide
The couple met after Mr Graham started writing to her after being told her husband was his heart donor.
Twelve years after the successful transplant operation, Mr Graham shot himself dead, leaving his wife a widow for the second time in strikingly similar circumstances.
Friends said Mrs Graham, a nurse, is stunned by the bizarre turn of events.
Officials in Vidalia, Georgia, said Mr Graham, 69, died after shooting himself in the throat with a shotgun.
He was found in a garage at the home the couple shared.
In 1995, Mr Graham had been on the verge of death due to congestive heart failure.
He had less than six months to live when the call came through from the Medical University of South Carolina, telling him that a heart had just become available.
It belonged to Mr Cottle, 33, who had committed suicide by shooting himself in the head.
Mr Graham went to the hospital from his home nearby and the heart was transplanted that day.
He did not know the identity of the donor, only that the heart belonged to a 33-year-old man.
A year later, Mr Graham contacted the organ donation agency wanting to thank the man’s family for the gift of life.
He began writing to Mr Cottle’s young widow Cheryl, a mother of four. The couple later met, fell in love, married and moved to Georgia.
Speaking shortly after their wedding, Mrs Graham said: “It helped me so much.
“Meeting Sonny made it easier for me, knowing something so good came from something so bad.”
Friends of Mr Graham said he had not shown any signs of being depressed.
Scientists say there are more than 70 documented cases of transplant patients having personality changes as they take on some of the characteristics of the donor.
Last month, a woman from Lancashire claimed her literary tastes changed radically following a kidney transplant.
Cheryl Johnson used to enjoy celebrity biographies and best sellers such as The Da Vinci Code.
But now she prefers classics such as Jane Austen’s Persuasion and Dostoevsky’s Crime and Punishment.
Character changes in transplant recipients are known as cellular memory phenomenon.
However, medical experts are sceptical about the concept and insist there is little convincing evidence.
Reblogged this on Devita Anggraini and commented:
Welcome Forensic Station