Ada satu benda yang sangat saya ingini dari dulu, jam berpendulum yang bisa mengeluarkan bunyi pada tiap jamnya!
Saking penginnya, dulu waktu kuliah pernah nanya-nanya, berapa harganya, karena mahal dan gak mampu untuk ukuran kantong mahasiswa akhirnya gak jadi, hehehe…
Nah, waktu jalan-jalan ke ITC Mangga Dua hari Rabu, tanggal 30 Mei kemaren, kebetulan lewat toko yang jual jam, dan tanpa direncanakan sebelumnya, saya jadi inget keinginan lama, nanya-nanya lagi, alhamdulillah, meskipun agak mahal juga, keinginan lama jadi terwujud.
Jam yang saya beli buatan Indonesia, mesin dari Seiko Jepang. Merk-nya Wellington. Jam ini memakai batere, biar tidak merepotkan, hehehe. Bikinannya halus, dan saya senang tiap kali melihatnya.
Kenapa pengin jam berpendulum? Karena bentuknya yang klasik, dan bentuk klasik adalah bentuk yang abadi, tak lekang oleh jaman. Dulu pernah lihat jam berpendulum dirumah paman didesa kelahiran ayah, jamnya kuno, kalo gak salah merk-nya Westminster buatan Jerman, dan tidak pake batere, jadi harus diputer setiap saat. Sejak pertama lihat saya jadi tertarik.
Dan, banyak disetiap masjid ada jam berpendulum, cuman yang ukurannya besar, berdiri dan tidak nempel ditembok. Jam seperti ini disebut Grandfather Clocks atau Grandmother Clocks, tergantung bentuknya. Biasanya merknya Junghans, Westminster atau Whittington, semuanya buatan Jerman dan memang dikenal sebagai pembuat jam mekanikal terbaik dunia. Dan setiap melihatnya, ada kekaguman karena keindahannya, bergerak dengan anggun, dan setiap 15 menit mengeluarkan bunyi yang membuat saya menerawang.
Ngomong-ngomong tentang jam, banyak lho jam yang dijadikan landmark suatu kota. Siapa yang tidak mengenal Big Ben yang menjadi ciri khas kota London? Menara jam Big Ben selesai dibangun tahun 1859. Yang berarti telah lebih dari 150 tahun berdetak dengan akurat dan menjadi patokan waktu bagi penduduk kota London.
Big Ben terletak bersebelahan dengan gedung parlemen di Westminster London, dan mempunyai empat sisi muka. Menara jam ini setinggi hampir 100 meter.
Yang terbaru dan menjadi rekor menara jam tertinggi dunia adalah The Makkah Royal Clock Tower atau Albraj Al Bait yang berada kota Mekkah yang menjadi tujuan untuk ibadah haji bagi umat islam seluruh dunia. Jam terbesar di dunia ini terletak pada puncak bangunan sebuah hotel yang merupakan bangunan pencakar langit setinggi 600 meter, tertinggi kedua setelah Burj Al Khalifa di Dubai.
Jam ini memang sangat mengagumkan, keunikannya adalah setiap datang waktu salat, 21 ribu lampu hijau dan putih akan berpendar-pendar. Ini tanda untuk mengingatkan kaum muslimin untuk salat. Lampu ini bisa dilihat dari jarak 18 mil atau 28,8 kilometer. Sinar cahaya tersebut juga bermanfaat bagi umat yang mempunyai kesulitan dalam pendengaran untuk mengetahui waktu shalat.
Jam empat sisi itu berdiameter 151 kaki dan akan diterangi dua juta lampu led serta dilengkapi tulisan berhuruf arab ukuran besar yang berbunyi, “dalam nama Allah”. Jam akan berjalan berdasarkan standar waktu Saudi Arabia, yang tiga jam setelah GMT (GMT+3). Pada puncak menara terdapat bulan sabit untuk melambangkan Islam yang berlapiskan emas.
Di Indonesia, yang terkenal adalah jam gadang di Bukit Tinggi. Jam Gadang ini dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang kota Bukittinggi) pada masa penjajahan Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazin Sutan Gigi Ameh, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter dengan tinggi 26 meter. Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris.
Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai landmark dan juga titik nol kota Bukittinggi.
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Belanda, Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk klenteng. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Seperti halnya jam-jam yang melegenda tersebut, saya ingin jam dinding berpendulum saya awet dan bisa bertahan lama. Sebuah jam yang menunjukkan waktu melintasi masa. Jam itu akan mengingatkan saya untuk pentingnya waktu yang harus diisi dengan hal yang bermanfaat sebelum tiba masanya kelak.
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
-Qs Al ‘Ashr(103):1-3-
Wah selamat ya Gan, akhirnya kesampean beli jamnya jg 🙂 .. andaikan waktu bs kita putar kembali ya Gan, ahh.. tidak mungkin, “memang benar waktu adl uang..” rugi kalo kita terlalu banyak membuang waktu percuma tanpa berbuat kebaikan, setuju ga Gan..? 🙂
Yup, setelah puluhan tahun sobat, akhirnya kesampaian, hehehe… Setuju, time is money, waktu juga laksana pedang yang bermuka dua, tergantung sapa yang megangnya sob!