The truth is out there!

Kebenaran ada di luar sana! Apapun yang terjadi diluar sana,disekitar kita, itulah kenyataannya, itulah kebenarannya.  Inilah suatu quote yang menurut saya luar biasa!!

The truth is out there, mengajarkan kepada kita untuk berinstropeksi diri, beradaptasi dengan lingkungan dan mempersiapkan ‘senjata’ untuk menghadapi lingkungan tersebut, yang pada akhirnya kitalah yang akan keluar sebagai ‘pemenang’ di lingkungan tersebut.

Jika kita harus menghadapi seorang yang sangat pemarah, reaksi spontan kita juga akan bertemperamen tinggi, karena biasanya seorang yang sangat pemarah sering menyulut sesuatu permasalahan menjadi bahan kemarahannya. Reaksi kita yang marah juga seakan-akan kita ingin menandinginya dan menundukkan kemarahannya, serta ingin menunjukkan apa yang ia lakukan dengan cara marah adalah salah!

Yang terjadi bahkan kebalikannya, bukannya sang pemarah semakin tunduk, justru ia akan semakin menunjukkan kemarahannya.

Pada saat seperti itu, sifat temperamen tinggi dari lawan bicara kita adalah sebuah kebenaran! Begitulah adanya orang tersebut, sudah bawaan dari sononya kalau dia mempunyai sifat pemarah! Daripada berupaya sekuat tenaga untuk merubah sifat dia yang belum tentu membawa hasil, bukankah lebih baik kita merubah sifat kita dalam menghadapi dia? Bagaimana caranya menghadapi dia, sehingga kita dapat ‘bersahabat’ dengan dia dan dapat memetik keuntungan dari ‘persahabatan’ itu.

Hal yang pasti bisa dirubah adalah diri kita sendiri! Kita tidak mempunyai jaminan untuk dapat sukses merubah orang lain sesuai dengan sifat yang kita inginkan, tetapi sesuatu yang pasti adalah kita dapat merubah diri kita sendiri untuk dapat berperilaku yang berbeda-beda dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Contoh yang paling tepat ialah ketika kita bergaul dengan anak kecil atau balita. Perhatikan, bagaimana kita berusaha untuk menyesuaikan diri ketika bermain dan berbicara dengan anak-anak kecil tersebut. Suara kita rendahkan, dan dengan penuh kesabaran, juga kita gak akan bosan-bosan menjawab pertanyaan dari mereka, walaupun mereka mengulang-ulangnya dan lama mengertinya. Setiap perbuatan mereka yang kita anggap menjengkelkan seperti baju yang menjadi kotor, tempat yang berserakan, benda-benda yang ia pecahkan, semuanya kita maklumi dan menyadarinya bahwa ‘mereka masih anak-anak!’.

Dengan menyadari dan memahami bahwa ‘mereka masih anak-anak’, maka perlakuan kita kepada mereka juga berubah menyesuaikannya. Kita akan berlaku sabar dan tidak pemarah, mengikuti alur komunikasi yang mereka inginkan, berusaha memberi pengertian sesuai dengan ‘bahasa’ mereka, yang semua dilakukan agar kita dapat memenangkannya sehingga balita tersebut tunduk kepada kita.

Semua metamorfosis kita lakukan karena kita mempunyai kesadaran penuh ‘mereka masih anak-anak’, suatu fakta dan realita, sehingga kita harus memahaminya. Mereka masih anak-anak, yang masih belum mengerti, masih lemah dan membutuhkan pertolongan. The truth is out there, kebenaran ada di luar sana, kitalah yang harus menyesuaikannya.

Tetapi, ketika kita menghadapi orang yang telah dewasa ato sebaya, teman kantor, teman main dan keluarga kita sendiri, pedoman ‘the truth is out there’ menjadi ditinggalkan, kita menjadi orang yang tidak memahami dan tidak mempunyai empati, yang keluar adalah  ego, gengsi dan harga diri. Yang terjadi kemudian adalah kesalahpahaman, kesombongan dan pertikaian. Sampai kita berasumsi bahwa merekalah yang salah dan harus dirubah, bukan kita yang harus menyesuaikan dengan lingkungan.

Sebuah tulisan yang menggugah ditemukan di sebuah batu nisan yang telah ada sejak tahun 1100 M di pemakaman keluarga kerajaan Inggris di Westminster Abbey:

Hasrat Ingin Berubah

Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal,

Aku bermimpi ingin mengubah dunia.

Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku,

Kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah.

Maka cita-cita itupun agak kupersempit,

Lalu kuputuskan hanya untuk mengubah negriku.

Namun, nampaknya hasrat itupun tiada hasil.

Tatkala usiaku makin senja,

Dengan semangatku yang masih tersisa,

Kuputuskan untuk mengubah keluargaku,

Sayangnya, merekapun tak mau diubah.

Kini, sementara aku berbaring menunggu ajal menjelang,

Tiba-tiba kusadari:

Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku,

Maka dengan menjadikan diriku sebagai teladan,

Mungkin aku bisa mengubah keluargaku.

Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,

Bisa jadi akupun bisa memperbaiki negriku.

Kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia.

Tentu, tidak harus menunggu ajal menjelang untuk mencapai kesadaran itu. Berhentilah untuk menyalahkan keadaan sekitar, menyalahkan keluarga kita, menyalahkan lingkungan kerja, menyalahkan negara dan menyalahkan dunia. Semua itu adalah kenyataannya, kebenarannya! Kitalah yang harus merubah diri kita sendiri!

The truth is out there! Kebenaran ada di luar sana!

Iklan
Pos ini dipublikasikan di Renungan dan tag , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s