Wakapolri Komjen Nanan Sukarna dalam sebuah kesempatan Seminar Nasional mengenai korupsi mengatakan, bahwa gaji kecil menjadi salah satu alasan mengapa banyak terjadi korupsi ditubuh Polri. “Sehari-hari gaji kami tidak cukup. Kapan naiknya? Karena ini menjadi salah satu sumber kenapa kita sulit memberantas korupsi,” kata Nanan saat Seminar Nasional Komisi Kejaksaan RI di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (11/10/2012).
Kontan pernyataan dia tersebut mengundang beribu komentar, dan, alhamdulillah, kebanyakan mempertanyakan pernyataan tersebut yang dinilai sebagai pembenaran terhadap korupsi yang menggurita di tubuh Polri.
Padahal, remunerasi sudah Polri dapatkan sejak Januari 2011. Dan remunerasi dikatakan serta diajukan dengan alasan untuk meningkatkan kinerja Polisi. Entah parameter apa yang dipakai oleh Wakapolri, dengan mengatakan bahwa gaji tidak cukup, dan juga tidak dikatakan seberapa besar yang dikatakan cukup sehingga membuat mereka tidak korupsi lagi.
Jumlah Polisi di Indonesia hanya ada sekitar 400.000 personil. Bandingkan dengan suatu kenyataan bahwa jutaan orang di Indonesia masih belum punya pekerjaan. Jutaan orang yang bekerja dengan gaji dibawah atau sama dengan Upah Minimum Regional. Jutaan buruh harus berdemonstrasi panas-panas hanya untuk mendapatkan kenaikan gaji kurang dari Rp 100 ribu perbulan. Dan jutaan pula orang yang harus bekerja di luar negeri, sebagai pahlawan devisa, meski dengan harga diri terhina yang terpaksa mereka lakukan karena tidak tersedianya lapangan kerja di dalam negeri.
Kemudian, untuk gaji yang diterima. Seorang bintara Polisi yang baru lulus dari Sekolah Polisi Nasional, dengan lama pendidikan kurang dari 1 tahun setelah tamat SMA, akan menerima gaji yang jauh lebih besar daripada gaji yang diberikan oleh kebanyakan perusahaan nasional yang menerima lulusan sarjana.
Sekarang mengenai resiko pekerjaan. Jangan membayangkan semua pekerjaan Polisi seperti difilm-film Hollywood yang penuh dengan action laga dan darah. Tidak menafikan resiko pekerjaan mereka, tapi ada banyak pekerjaan lain yang lebih beresiko dengan gaji yang bisa dibilang lebih rendah dari Polisi. Pekerjaan konstruksi, pertambangan, jutaan nelayan dan orang-orang yang bekerja di jermal, ataupun pekerjaan lain yang seolah-olah berada diantara hidup dan mati.
Seorang pilot dan seorang masinis mempunyai fungsi dan resiko yang sama. Membawa pesawat atau kereta yang menyangkut ratusan nyawa didalamnya. Rata-rata gaji untuk masinis jauh lebih rendah daripada pilot, tetapi tidak berarti masinis lebih korup daripada pilot.
Semua penggambaran diatas untuk menunjukkan bahwa alasan ‘GAJI’ bukanlah faktor penyebab seseorang menjadi korup. Dan alasan yang disampaikan oleh Wakapolri itu hanyalah sebuah ekskusivitas.
Ekskusivitas adalah gejala untuk ‘mengampuni’ diri sendiri, dengan memberikan alasan-alasan yang lebih bersifat pembenaran dan tidak menunjukkan ‘usaha’ untuk mengatasi keadaan atau permasalahannya. Itu terjemahan bebasnya dari saya 🙂
Pernyataan Wakapolri, sebagai sebuah ekskusivitas, sama dan senilai seperti pernyataan dibawah:
- ‘Saya tiap hari terlambat datang kekantor karena macet!’. Sudah tahu tiap hari Jakarta macet, tetapi masih aja berangkatnya siang, ya jelas aja terlambat.
- ‘Saya tidak masuk bekerja karena hujan!’. Yah kalau hujan bawa payung atau jas hujan, memangnya hujan hanya untuk dia saja, kan semua kota kehujanan, tapi gak semuanya gak masuk tuh.
- ‘Saya tidak bisa belajar karena tadi malam lampu mati!’. Wah, kalo begitu didaerah yang belum ada lampunya pada gak belajar dong.
- ‘Saya sudah tidak bisa belajar komputer lagi karena saya sudah tua!’. Banyak banget orang yang sudah sepuh tapi bisa mengoperasikan komputer, malas aja untuk belajar komputer.
- ‘Saya tidak bisa jadi pengusaha karena gak punya modal uang!’. Pengusaha tangguh kebanyakan malah timbul dari orang-orang yang berangkat dari modal dengkul dan seadanya.
- ‘Saya tidak shalat karena saya sibuk!’. Shalat waktunya hanya sebentar, bilang saja kalo ia memang tidak memprioritaskan untuk melaksanakan shalat, sehingga tidak mau meluangkan waktunya untuk itu.
- ‘Prestasi olahraga Indonesia merosot, karena fasilitas pendukungnya kurang!’. Sepertinya di China fasilitasnya lebih minim, juga di negara Eropa Timur apalagi Afrika, fasilitasnya juga tidak seberapa, tapi mereka bisa berprestasi.
- “Sehari-hari gaji kami tidak cukup. Kapan naiknya? Karena ini menjadi salah satu sumber kenapa kita sulit memberantas korupsi,”. Kalau tahu gajinya kecil, mengapa mau jadi polisi, masih banyak tuh yang mau jadi Polisi, ada jutaan orang yang siap menggantikannya.
Contoh-contoh yang lain bisa dikarang sendiri deh, hehehe. Lihatlah alasan-alasan tersebut, semua mempunyai persamaan, bahwa faktor luar, fasilitas dan keadaan dijadikan ‘kambing hitam’ untuk membenarkan suatu kejadian. Itulah yang disebut ekskusivitas!
Ingat tentang polisi, saya mempunyai dua orang teman dekat yang berasal dari keluarga Polisi. Teman pertama saya bercerita, bagaimana ayahnya yang polisi itu baru bisa membeli sepeda motor menjelang pensiun di tahun 2008 silam. Teman saya ini orang yang berprestasi sejak disekolah, aktivis dan menerima beasiswa selama kuliah. Pada waktu membeli sepeda motor, teman saya yang membayarkan uang muka-nya, sehingga membuat ayahnya senang dan berkaca-kaca haru.
Sahabat saya yang kedua, juga sama, ortu-nya polisi di ibukota. Dia sulung diantara lima bersaudara yang kesemuanya wanita. Semua saudaranya termasuk dia, kuliah ditempat yang baik. Ia juga penerima beasiswa sejak kuliah, dan melanjutkan S2-nya di luar negeri juga karena beasiswa. Tentu, hanya mahasiswa terpilihlah yang layak mendapatkan beasiswa. Seakan menebus perjuangan orang-tuanya, hidup di ibukota dengan semua anak yang sampai tamat sarjana, sahabat baikku itu membelikan ayahnya mobil belum lama ini. Hhhmmm, semua akan indah pada waktunya.
Ada persamaan dari kedua sahabatku itu, sepertinya, karena didikan ortunya sebagai penegak hukum yang benar, keduanya mempunyai integritas dan kejujuran yang tinggi. Apalagi yang wanita, wah, tanpa tedeng aling-aling ia akan melabrak kalo lihat ada penyimpangan disekitarnya. Hehehe, galak amat dia!
Terakhir, jangan dibiasakan mengampuni diri kita sendiri dengan mengajukan alasan yang bersifat ekskusivitas, karena membuat kita tidak termotivasi untuk maju dan hanya menyalahkan keadaan!
Sepakat!!! Harus mulai bisa menilai dan membedakan antara yang “Rumangsa Bisa” ama yang “Bisa rumangsa”
Hehehe, sepakat nih ya!! Thanks ya Retno!
Dua jempol. Emang sering kali kita membatasi kemampuan diri sendiri dengan membuat alasan. Padahal sebenarnya kita bisa kok.
Gaji kecil juga bisa survive kok, asal gaya hidup gak selangit.
Yup mba Sista… No excuse, hidup hanya sekali, hehehe…
Terima kasih Mad, sudah mengingatkan lagi dengan uraian yang lebih komplet dan aktual!
Ekskusivitas (susah banget ngeja-nya)… seringkali berupa fakta yang nyata… jadi sebenarnya bukan mengada-adakan alasan, tapi membesar-besarkan alasan.
Dengan materi omongan yang sama, kalau disampaikan “walaupun gaji kami kecil, tapi masih bisa memberantas korupsi semampu kami…” itu akan kedengaran lebih optimis dan ngasih semangat. Dan orangnya akan dihargai sebagai orang yang lebih berkarakter.
Thanks juga Bro! Iya, arahnya sebenarnya ke mindset, sehingga berpengaruh kepada pemilihan alasan yang ditonjolkan atau diprioritaskn. Again, thanks!
yg dmksud pak nanan mngkin gaji para jendralnya.ayo bintara n tamtama polisi kt rame2 urunan buat beliau2 drpd mereka korupsi
Hehehe, kayaknya dia masih kurang yah!! Sy yakin masih banyak polisi yang mempunya integritas, prajurit Bhayangkari Sejati…