Nama Baik

Coca-Cola dianggap brand dengan value termahal. Taksirannya mencapai ratusan trilyun rupiah (sekitar USD 78 Milliar pada tahun 2011). Didalam melihat value suatu brand, ada dua bagian utama, aset yang tampak (tangible asset) dan aset yang tidak tampak atau intangible asset. Untuk aset yang tampak sudah jelas nampak secara fisik, dan untuk yang bersifat intangible asset lebih bersifat komplek lagi.

Semakin terkenal suatu brand atau merk, maka nilai intangible asset-nya semakin tinggi, melebihi dari aset fisiknya sendiri. Untuk sekelas Coca-Cola, aset fisik mungkin gak seberapa secara prosentase dari nilai keseluruhan. Sebagian besar pabrik Coca-Cola diseluruh dunia merupakan milik investor lain yang bekerja sama dengan Coca-Cola, lalu apa yang dimiliki oleh Coca-Cola itu sendiri: Quality Control, Research & Development, global marketing, networking dan yang paling utama adalah Nama Baik dari Coca-Cola, brand value!

Ya, itulah kekuatan suatu nama! Orang rela membayar lebih untuk sebuah merk pada produk yang mungkin identik sama.

Untuk menempati posisi teratas sebagai merk dengan nilai termahal, tentu bukan semudah membalikkan tangan. Didalamnya ada proses yang telah berjalan konsisten puluhan tahun untuk mutu, integritas, kepercayaan pelanggan dan pihak lain. Reward-nya, dengan nama baik yang ia sandang, Coca-Cola seolah menjadi Raja Midas, apa yang disentuhya akan menjadi emas. Semua merk yang berafiliasi dengan The Coca-Cola Company menjadi barang dagangan yang laris manis.

Demikian juga dengan manusia dalam menciptakan nama baiknya. Semuanya tidak serta merta dan sekejap, tetapi harus melalui proses yang merupakan suatu pembuktian atas integritas dan mutu kebaikan dirinya. Contoh yang paling tepat adalah Nabi Muhammad SAW, sebelum dikenal sebagai rasul dan utusan Allah SWT, penyampai berita dari ‘langit’, beliau telah lebih dulu dikenal sebagai Al Amien, yang dapat dipercaya!

Penyebaran islam yang dilakukan pada saat Rasulullah hanya 23 tahun, tetapi jangkauannya meluas dalam waktu cepat, tidak lepas dari ‘Nama Baik’ yang disandang Muhammad SAW.

Dalam kehidupan yang lebih aktual, Jokowi, yang telah menyandang Nama Baik dengan mudah dapat meraih posisi Gubernur DKI Jakarta. Tidak perlu banyak berkoar dan berkampanye yang berbusa-busa untuk meyakinkan pemilihnya. Semuanya sudah mendengar dan melihat rekam jejak dia sebelumnya, sehingga kepercayaan dan simpati lebih mudah mengalir.

Bagi pengusaha, nama baik adalah segala-galanya. Usahanya bisa saja bangkrut habis dengan berbagai sebab, tapi bila nama baiknya masih belum tercoreng, bank masih tetap antri untuk memberikan pinjaman ke dia, membangun usahanya yang baru!

Kadang orang seakan ingin mendapatkan nama baik secara instan dan ingin ‘membelinya’ dengan berbagai cara, sehingga orang gerah dan menamainya sebagai pencitraan.

Untuk menyongsong pemilihan presiden RI tahun 2014 misalnya, seorang calon yang telah mengumumkan dirinya sebagai kandidat capres tahun 2014 rajin beriklan diberbagai media, belum lagi rajin mengadakan kegiatan yang sifatnya pengumpulan masyarakat. Sekitar dua bulan yang lalu saya menyusuri jalur pantura dalam perjalanan Jakarta – Surabaya, saya melihat banyak spanduk dan poster yang menampilkan figur dia. Karena dia mencalonkan sebagai capres Indonesia, tentu bukan hanya jalur pantura Jawa yang tim suksesnya taburi dengan spanduk dan poster, tetapi pasti seluruh jalur strategis di Indonesia juga dipasanginya.

Jutaan buah spanduk dan poster telah dipasang, bukan biaya yang sedikit untuk belanja itu saja, belum lagi biaya-biaya yang lainnya untuk satu tujuan, mendapatkan ‘nama baik’. Dan itupun, menurut survei yang diadakan oleh lembaga survei , semua yang dia lakukan masih belum mampu mengangkat namanya untuk disebut ‘dikenal baik’.

Seperti kata Mario Teguh: Orang yang sejatinya paling miskin, adalah dia yang harus membeli pertemanan, membayar untuk menjabat, menyuap untuk menutupi dosa, pamer harta dan kekuasaan untuk mengundang cinta, membagi-bagi sembako untuk mendapatkan dukungan, menggelontor uang untuk menjadi popular, dan membeli obat dan racikan kimia yang mahal untuk merasa tenang dan memaksa diri untuk tidur.

Bisa jadi orang yang mempunyai nama baik tidak berkelebihan hartanya, sederhana penampilannya, rendah hati perilakunya tetapi mempunyai kebebasan dalam bersikap karena tidak ada satupun yang dapat mendiktenya, kecuali Allah SWT, menjadi tuan dari hartanya, diterima disemua lapisan masyarakat, selalu merasa aman dan kata serta tingkah lakunya menjadi panutan serta diikuti oleh yang lain. Itulah orang kaya!

Sebuah nama baik, akan selalu dikenang, meski pemiliknya sudah berada didalam liang kubur!

Iklan
Pos ini dipublikasikan di Renungan dan tag , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s