Beberapa waktu yang lalu, mobil Tucuxi yang dikendarai oleh Dahlan Iskan ‘menabrak’ tebing dan hancur berat. Mobil Tucuxi sendiri merupakan salah satu prototipe (dalam bahasa Indonesia: purwarupa, hehehe, rasanya kurang familiar, tapi perlu digalakkan penggunaannya) mobil listrik yang akan dikembangkan secara nasional. Ada beberapa purwarupa mobil yang lain, tetapi untuk test drive pada waktu itu, pak Dahlan memilih menggunakan Tucuxi.
Hhhmmm, saya gak habis pikir, malas juga menganalisanya, tapi menyampaikan fakta yang ada saja, bukan ucapan simpati dan prihatin atas kejadian kecelakaan tersebut yang pak Dahlan peroleh, justru sebaliknya. Aneh, kok bisa ya?!?
Yang timbul di media justru lebih banyak bersifat sinis dan malah cenderung menghujat. Ada yang mempertanyakan ijin mengenai pelaksanaan test drive-nya, ada yang peduli sama plat nomernya yang katanya tidak sah, yang bertanya tentang siapa yang sebenarnya harus melaksanakan, karena katanya untuk urusan seperti ini seharusnya Kementrian Perhubungan yang melakukan dan sebagainya.
Tujuan yang mulia dan lebih besar dari proyek mobil listrik nasional sedikit sekali disinggung. Sudah saatnya kita berpikir bahwa konsumsi mobil Indonesia yang sekarang mencapai 1 juta unit pertahun sudah menimbulkan ketergantungan yang akut. Puluhan merk mobil berseliweran di Indonesia, sebagai pasar yang terus tumbuh dimana dibelahan lain di Eropa dan Amerika sudah mulai jenuh. Dan, tak satupun merupakan mobil nasional. Dahlan Iskan memulainya (lagi), setelah puluhan tahun yang lalu sempat didengungkan mobil nasional tetapi kemudian lenyap ditelan bumi.
Mengenai pilihan mobil listrik. Sudah sangat tepat Indonesia menggalakkan mobil ini. Indonesia sudah bukan lagi negara yang berlimpah energi minyak bumi, bahkan Indonesia adalah importir minyak (disamping importir garam, beras, kedelai, bawang, daging dan lainnya). Mobil listrik diyakini akan lebih murah dan ramah lingkungan, dan sangat yakin bahwa kebanyakan bangsa Indonesia mengidamkannya.
Tentang kejadian Tucuxi ini membuat saya teringat kembali puluhan tahun silam, ketika pak Habibie sangat getol untuk mengembangkan industri dirgantara dengan proyek CN-235 dan N-250 nya. Saya sempat bekerja di PT IPTN (sebelum beralih nama menjadi PT Dirgantara Indonesia) meski tidak lama, dan merasakan geliat belajar anak bangsa untuk proyek tersebut.
Terus terang, saya merasakan ketidaknyamanan bekerja, disuatu tempat yang menjadi cibiran nasional. IPTN sering diberitakan sebagai proyek mercusuar yang mahal dan tidak memenuhi kebutuhan rakyat banyak. IPTN sering diplesetkan dengan istilah Industri Penerima Tamu Negara, karena setiap kunjungan kenegaraan dari negara lain kebanyakan dibawa ke IPTN.
IPTN sering juga dikatakan menghambur-hamburkan uang negara, sampai memakan juga dana reboisasi. Dan, ketika pesawat CN-235 dibarter dengan ketan pada waktu dijual ke Thailand, semua media mencemooh. Padahal apa yang salah dengan perdagangan barter? Toh IPTN tidak berarti menerima ketan dan harus membuat gudang yang luas serta buka toko untuk menjual ketan itu? Semuanya sudah ada mekanismenya, dan hal itu sangatlah lumrah dalam perdagangan dunia.
Proyek IPTN seperti dikerjakan dengan setengah hati, dengan cibiran anak bangsa sendiri yang seakan dikomando oleh media.
Dan kemudian, terjadilah peristiwa 1998, yang kemudian seakan memberikan benang merah kenapa cibiran pada IPTN itu terjadi. IMF jelas menyatakan agar proyek N-250 dari IPTN dihentikan sebagai syarat kucuran pinjaman IMF.
Pesawat N-250 adalah pesawat dengan teknologi fly by wire yang pertama untuk pesawat propeller. Dan akan menjadi ancaman yang serius bagi pabrikan pesawat propeller Eropa dan Amerika. Hhmmm. Sekarang, kita hanya bisa mengelus dada dan menggigit jari, menjadi bangsa yang terpuruk dan tidak mempunyai kemandirian.
Tentang Mobil Nasional, sudah selayaknya bila kita menciptakan agar hal itu terwujud karena memang menjadi kebutuhan bagi bangsa Indonesia. Indonesia adalah pangsa pasar yang tumbuh dengan signifikan setiap tahunnya. Konsumsi mobil nasional sudah melebihi 1 juta unit di tahun 2012, dan masih akan terus tumbuh ditahun berikutnya. Sementara pasar Eropa dan Amerika mulai meredup. Mereka sebagai produsen tentu harus mencari pasar baru untuk membiayai kemakmuran mereka sendiri.
Ekspansi pabrikan mobil Eropa dan Amerika (juga Jepang) agar mereka tetap dapat menghidupi industri mobilnya ditandai dengan banyaknya pembukaan distributor baru bahkan untuk mobil mewah sekalipun. Kalau sebelumnya udah ada BMW, Mercedes ataupun Audi untuk distributor mobil mewah di Indonesia. Sekarangpun Masserati, Buggati, Ferrari dan Lamborghini juga membuka cabang di Indonesia.
Untuk mobil menengah ke bawah, disamping merk Jepang yang sudah berseliweran lama, mobil Korea, China dan Malaysia sangat ekspansif untuk memperluas pasar mobilnya di Indonesia.
Masihkah kita akan menghujat Dahlan Iskan dengan hal-hal yang sepele seperti masalah ijin, plat nomer atopun kenapa dia yang mengendarai sendiri mobilnya? Alangkah lebih baiknya jika kita berpikir kepada hal yang lebih besar, terwujudnya suatu mobil nasional yang dibanggakan!!
Ada banyak orang yang tersenyum dan tertawa mengambil keuntungan ketika kita menghujat Dahlan Iskan!
———
Didalam Al Quran ada surat khusus dengan nama ‘Pengumpat’, yaitu QS Al Humazah (Pengumpat). Menandakan betapa bahaya dan seriusnya masalah ini dalam pandangan Allah SWT.
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat dan pencela!
Qs Al Humazah (104) : 1
Yah.. seperti itulah kondisi bangsa ini “sebagian besar”. Saat ada pemimpin yang “melihat jauh kedepan” dengan misi tertentu, justru diolok-olok, ditertawakan, hingga diintimidasi karena dianggap menghambur-hamburkan uang negara, tidak menguntungkan, tidak memiliki ijin, dsb. Diperparah dengan dengan komentar bernada profokasi lewat media. Dan bisa lebih parah jika langkah awal misi itu mengalami kendala. Padahal, tiap kemajuan butuh langkah kecil.
“sebagian kecil” masih ada yang tetap mau melihat dari sisi lain, meskipun tidak terlihat dukungannya.
Iya Pak, semoga kita semua akan semakin sadar dan dewasa…