Ini kejadian nyata saya alami. Terjadi puluhan tahun yang lalu, waktu saya masih berusia belasan. Rumah orang-tua saya sering dijadikan tempat pengajian atau perayaan keagamaan lainnya. Dan untuk perayaan tersebut, yang biasanya diadakan pada malam hari, biasanya ibu-ibu berkumpul pada siangnya untuk membuat makanan yang akan dihidangkan pada waktu malamnya nanti.
Waktu itu saya dikamar sebelah, dan mendengar percakapan ibu-ibu. Kedengarannya, ada seorang ibu yang melihat timbangan badan yang ada dirumah, dan tergerak untuk menimbang badannya. Setelah menimbang, ia berteriak girang ‘Wah turun 2 kilo nih, 58 sekarang, pantes kok terasa enteng dan enak!’, ‘Oh ya!’ kata yang lain, dan beberapa orang terdengar mencoba untuk menimbang juga, tetapi tanpa komentar, mungkin mereka tidak teratur nimbangnya, sehingga mereka malah gak tahu berapa berat badan dia sebelum-sebelumnya. Yang kemudian kudengar, Ibu yang merasa turun jadi 58 Kg tersebut, menjadi ceria, dan banyak ngomong dengan riang, imbas dari sugesti berat badan yang turun sehingga merasa lebih fit dan sehat.
Saya yang mendengar dari balik kamar sebelah, tersenyum geli, karena tahu kalo timbangan itu tidak cocok sekitar 4 kg, artinya angka dipenunjukannya mesti ditambah sekitar 4 kg. Jika ibu itu berat badannya 58 kg di penunjukan timbangan, berat sebenarnya adalah 62 kg, dan jika ibu itu bilang turun 2 kg, sebenarnya berat badannya malah bertambah bobotnya 2 kg. Hehehehe, saya tersenyum geli. Tetapi saya gak sanggup untuk berterus terang kepada ibu itu, karena akan merusak kebahagiaannya, merasa telah turun berat badannya 2 kg! Hahahahaha…
Saya berpikir kemudian, bahwa sebenarnya ‘kebahagiaan’ itu adalah masalah sugesti. Informasi yang baik, berita yang baik, bacaan yang baik dan juga melihat yang baik-baik akan memberikan dorongan untuk berbuat yang baik, ceria, dan bahagia!
Ada percobaan kecil yang bisa anda lakukan untuk mengetahui pengaruh dari ‘sugesti’ itu. Untuk hal ini, anda harus berkomplot dengan beberapa orang. Sudah pernah dicoba dan berhasil membuktikan bahwa ‘sugesti’ itu sangat berpengaruh. Suatu hari seseorang yang sudah diskenariokan jadi ‘target percobaan’ masuk kedalam ruangan kantor seperti biasanya. Orang pertama yang disapa dengan ‘Selamat Pagi!’ yang riang dari target, menjawabnya ‘Pagi, wah kok kelihatannya pucat nih, lagi gak sehat ya?’, si target membatin, perasaannya, ia sehat-sehat aja.
Orang kedua yang ia temui juga berkata ‘Loh, kok keliatan lemes nih pagi ini, wah week end-nya kecapekan kayaknya ya!!’, juga orang ketiga ‘Tumben nih, keliatannya gak bersemangat!’. Demikian juga orang keempat sampe orang keenam, memberikan komentar yang senada.
Si target, jadi kepikiran. Duduk di ruang kerjanya sambil berpikir bahwa ia kelihatan sakit. Ia memegang dahinya, dan merasakan sedikit ‘panas’, ia juga menjadi kurang semangat. Bolak-balik memandang ke kaca, dan merasa dirinya ‘pucat’. Dan, juga, ‘sakit’-nya semakin menjalar, sekarang ia juga merasakan ‘sakit perut’. Akhirnya, pas istirahat makan siang, ia tidak kuat lagi menahan ‘sakit’, ia ijin pulang karena merasa tidak sehat hari itu.
Temen-temen sekantornya tersenyum, ketika ia akhirnya pamit ijin pulang. Mereka, temen sekantor emang lagi ‘ngerjain’ target, dan berkomplot untuk mengatakan bahwa korban kelihatan tidak fit dan sehat pagi itu.
Itulah sugesti, pengaruh jelek akan memberikan efek yang jelek pula. Apa yang didengarnya negatif, membuat ia menjadi menderita, murung, cemas, dan tidak berbahagia.
Contoh lagi, sebuah percobaan yang diadakan dalam sebuah penelitian psikologi. Dalam sebuah penerimaan murid baru untuk SMP, didapat beberapa kelas baru. Kemudian, ada satu kelas yang diperlakukan khusus, dikatakan bahwa kelas tersebut adalah kelas istimewa, dengan murid-murid yang mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi daripada kelas yang lain, juga disebut bahwa anak-anak pada kelas pilihan tersebut adalah anak-anak yang berbakat. Perlakuan hanyalah untuk sebutan saja, sebagai ‘kelas istimewa’, sedangkan perlakuan yang lain seperti jumlah jam pelajaran, guru yang mengajar maupun metodologi pengajaran, semuanya persis sama dengan kelas yang lain.
Hasilnya, setelah diadakan evaluasi belajar, ternyata ‘kelas istimewa’ nilai raportnya lebih baik daripada kelas yang lain. Juga prestasi non akademik ‘kelas istimewa’ melebihi prestasi kelas yang lain. Padahal, sebenarnya ‘kelas istimewa’ itu hanya sebutan saja, tidak ada berbeda dengan kelas yang lain, anak-anak yang masuk ke kelas tersebut juga mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan kelas yang lain. Tidak ada yang ‘istimewa’ sebenarnya!
Itulah sugesti yang baik! Karena merasa ‘istimewa’, siswa dikelas tersebut menjadi lebih termotivasi untuk belajar, sugesti kata ‘istimewa’ seakan-akan membuat mereka mempunyai semangat yang menyala-nyala!
Agar kita tersugesti untuk berbuat yang positif, sebaiknya kita memfilter apa yang akan kita baca, dengar, lihat dan kita pikirkan dengan hanya yang positif!
Sebagaimana halnya sifat jelek, sifat baik juga menular. Tularkanlah hal yang baik untuk memberikan sugesti yang baik kepada yang lain. Bahkan untuk seulas senyum yang tulus akan memberikan sugesti baik yang akan menjalar kepada orang lain. Benarlah kalau dikatakan bahwa ‘Senyum juga merupakan sedekah!’.
Semoga kita bisa menularkan hal yang positif!
Bagus tulisannya, tetap berpikiran positif.
thanks bro! yup, still positive thinking!