Ada pertanyaan yang saya rasa ‘aneh’ oleh orang-orang yang datang bersilaturahmi kepada saya habis pulang haji. ‘Gimana di Mekkah? Ada hal-hal yang aneh gak?’, dan beberapa pertanyaan yang senada yang saya bilang ‘aneh’.
Pertanyaan yang dikeluarkan oleh seseorang akan menggambarkan persepsi apa yang ada didalam benaknya tentang haji.
Dalam kadar yang ringan dan bisa dibenarkan, pertanyaan itu mengandung maksud ‘pengalaman spiritual’ apa yang dialami dan bisa membawa peningkatan keimanan dari jamaah haji tersebut.
Yang kebangetan dan menurut saya sudah cenderung syirik apabila ‘pengalaman spiritual’ yang ditanyakan tersebut adalah hal mistis yang dialami dengan persepsi merupakan ‘pembalasan’ Allah terhadap hal buruk yang pernah kita lakukan sebelum haji yang kemudian pembalasan tersebut ditimpakan kepada kita selama berhaji!
Betapa kerdilnya cara pandang kita kepada Allah SWT, sang Maha Pencipta yang Maha Agung. Benar-benar mengecilkan arti ke-Maha Agung-an-Nya dengan menampilkan sosok Dia sebagai yang ‘pendendam’, yang akan menaburkan adzabnya pada saat kita memenuhi panggilan ke rumah-Nya.
Pada sebagian masyarakat, persepsi ‘pembalasan’ dan adzab Allah yang akan ditimpakan disaat kita berhaji sudah melekat erat. Sedemikian kuatnya sehingga sebagian masyarakat merasa takut untuk berhaji. Haji adalah sesuatu yang menyeramkan!
Yang benar dan itu berlaku dimana-mana, apabila kita suka menolong dan mempermudah kehidupan seseorang, maka Allah akan mempermudah juga jalan hidup kita. Itu adalah suatu kausalitas! Apabila kita mempunyai mindset tersebut, maka dengan sendirinya semua hal yang kita hadapi didunia ini adalah suatu ‘kemudahan’, kalaupun kita menjumpai suatu ‘kesulitan’ itu merupakan pintu gerbang untuk menuju ‘kemudahan’ yang lain!
Berangkat dengan kesadaran dan rasa syukur mendalam bahwa saya terpilih untuk dapat ke tanah suci untuk memenuhi panggilan-Nya. Berangkat ke tanah suci menjadi tamu-Nya!
Mindset ‘menjadi tamu’ saya tanamkan dalam-dalam di benak saya. Tentu kita semua berkeinginan agar menjadi tamu yang baik yang akan menyenangkan bagi ‘pemilik rumah’. Tamu yang baik akan selalu menerima dengan lapang dada dan bersyukur atas segala jamuan tuan rumah.
Bukan hanya saya yang menjadi tamu-Nya, tetapi ada jutaan umat-Nya. Sehingga ‘rumah Allah’ menjadi sesak. Diantara berjuta tamu Allah yang akan menghantarkan rasa syukur dan pujian kepada-Nya, pada saat kita berdesakan, maka permudahkanlah sesama untuk dapat menemui-Nya, maka Allah akan melapangkan dan mendekatkan kita untuk menuju kepada-Nya.
Pada saat tawaf, dilingkaran yang terdekat dengan Ka’bah, yang menjadi pusat kerumunan jemaah, ikutilah arus, beri jalan kepada orang yang telah lanjut usia dan ibu-ibu. Dan lihatlah wajah-wajah dengan sorot mata yang penuh berterima kasih kepada kita, walaupun kadang tak terucap, karena kita telah memberikan jalan kepadanya. Apabila kita didorong, berusahalah agar dorongan itu berhenti di kita saja dengan menahannya, tidak meneruskannya ke yang lain. Apabila kita disikut, janganlah membalasnya, cukup dengan memandang orang yang menyikut kita dengan ‘wajah yang tidak senang’, sebagai peringatan buatnya agar tidak terus berbuat hal itu.
Alhamdulillah, hal itu akan membuat kita selalu ‘lapang’ meskipun berdesakan. Tanpa terasa kita akan semakin ke dalam, semakin dekat ke fisik bangunan Kabah, dan menyentuhnya dengan perasaan bersyukur kepada-Nya.
Sesampai di Hijr Ismail, tempat yang mustajab untuk berdoa, shalatlah dan berdoa secukupnya dan tidak berlebihan dengan berlama-lama. Beri kesempatan kepada yang lain, bukankah dengan memberikan kemudahan kepada yang lain untuk dapat berdoa kita akan mendapatkan pahala yang sama dengan berdoa!!
Orang-orang akan berterima kasih ketika kita memberikan tempat kita untuk bergilir dia pakai. Rasa senang tak terhingga yang akan sama kita alami apabila orang lain berbuat yang serupa kepada kita, benar-benar kita merasakan pemberian yang seketika dari Allah SWT!
Di Mekkah atau Madinah, dua kota yang menjelma menjadi metropolitan dengan hiruk pikuk jamaah berbagai bangsa, akan menjadi terasa membingungkan bagi sebagian besar jemaah yang kadang datang dari daerah pelosok di belahan bumi yang lain. Banyak orang yang tersesat, biasanya orang tua atau ibu-ibu.
Apabila ada wajah kebingungan menghampiri kita karena tersesat, jadilah orang yang melayani dengan baik. Apapun, dia menghampiri kita dengan suatu alasan, dengan penuh harap, agar kita menjadi penunjuk jalan. Dan itu juga berarti, Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk berbuat baik. Bila dari negara lain, dan mungkin kita tidak tahu bahasanya, kita carikan saja jamaah yang senegaranya, dan memintanya untuk memberikan petunjuk jalan kepadanya. Bila dari bangsa Indonesia sendiri, antarkan kepada petugas Haji Indonesia, atau ke rumah penginapan haji Indonesia terdekat, disana biasanya ada petugas haji dari pemerintah.
Di suatu senja di Madinah selepas shalat maghrib, saya dihampiri dua orang ibu-ibu yang tersesat, dan saya antarkan ke Posko Jemaah Haji untuk ditangani petugas. Alhamdulillah, sangat bersyukur melihat wajah yang sumringah dari ibu tersebut, karena ia akan diantar oleh petugas ke pemondokannya. Dan keesokan harinya, ketika dini hari dan berniat untuk memasuki Raudah, sungguh sangat mudah, diantara berjubelnya orang, saya bisa menyelinap di celah sempit yang ‘lupa’ ditutup oleh Askar. Bisa shalat sunnah dengan lapangnya!
Insya Allah, jika kita memudahkan orang lain, maka kemudahan akan selalu menyertai kita!