Dulu, semasa masih SD, ortu tidak pernah memberikan uang jajan kepada saya ketika berangkat sekolah. Uang jajan hanya diberikan jika ada pelajaran olah raga. Sebagai gantinya, sarapan pagi adalah menu wajib bagi kami semua. Dilarang sekolah apabila belum sarapan! Dan, apabila ada kue-kue dirumah, kita bawa sebagai bekal, kalau minuman, udah pasti tiap hari kita bawa ke sekolah.
Alasannya, katanya nanti saya tidak akan konsentrasi kepada pelajaran di sekolah, ingetnya nanti ke jajan terus. Usia SD yang masih ‘pendek pikiran’ tentu tidak terima alasan tersebut, berulang kali protes, tapi tetep aja policy itu menjadi hak prerogatif ortu.
Waktu itu saya sama sekali tidak mengerti, apa hubungannya konsentrasi dengan uang jajan. Jalan pikiran yang pendek, tidak menerima alasan tersebut. Yang jelas, saya kemudian menjadi merasa ‘tersisih’ dari pergaulan teman-teman yang dengan riang gembira, jajan sesukanya!
Sekarang saya membenarkan apa yang dilakukan ortu. Jajanan sekolah sangatlah tidak sehat. Yang jualan juga kurang menjaga hygiene. Alasan kalo mengganggu konsentrasi sepertinya hanya ‘kamuflase’, karena menuduh bahwa makanan diluar tidak sehat, tentu bukan hal yang bijak.
Saya juga paling sebal ke Ibu, waktu itu! Ibu seperti polisi yang mengawasi segala tingkah polah anaknya. Kaki diatas meja, baju seragam atau kaos kaki yang berserakan, terlambat pulang, terlambat shalat, tidak tidur siang akan menjadi alasan Ibu untuk bertindak. Tidak lelah ia mengingatkan dan tidak lelah pula saya merengut dan ngedumel meskipun akhirnya dipatuhi juga!
Kalo mengingat apa yang dilakukan oleh Ibu, saya sekarang tersenyum dan tidak merengut lagi, setuju dan membenarkan apa yang telah beliau lakukan dulu. Kalo tidak, tentu saya tidak akan menjadi orang yang tidak disiplin dan tidak beretika alias slonong boy…
Tentang televisi. Ortu, terutama Ibu, paling rajin komentar yang ‘pedas’. Kalo ada tayangan film action yang tentu saja ada laganya, ia akan berkomentar ‘Apa tuh, kayak binatang aja!’, atau kalo liat tayangan joget-joget dan nyanyi-nyanyi di TV, ia akan berkomentar ‘Kayak setan aja!’, dan jangan harap kita masih nonton TV pas adzan maghrib, haram hukumnya!
Dan sekarang, tayangan TV udah bener-bener kebablasan, berita positifnya dikit banget! Isinya perselingkuhan, pembunuhan, pemerkosaan, politikus yang janji-janji, pemeriksaan KPK, pengeroyokan, penyanderaan, penyekapan, narkoba dan lainnya. Saya gak perlu lagi disuruh ortu untuk mematikan atau mengalihkan TV ke acara yang positif, karena dengan sendirinya saya muak menonton acara-acara itu semua! Hhmmm, bener juga yah orang tua kita dulu.
Ternyata, tidak semua perbuatan yang baik dan benar itu kita akan langsung membenarkannya saat itu juga, kadang memerlukan proses, bisa lama atau sebentar, dan bahkan kadang kita membenarkannya ketika orang yang berkata tersebut telah tiada meninggalkan kita.
So, wariskanlah selalu perbuatan yang baik dan benar, karena hal tersebut akan selalu dikenang dan memberikan manfaat.
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
-Qs Ibrahim (14):25-26-