Kebocoran dan mental inlander…

Prabowo-Subianto

Pertama dengar kebocoran yang disampaikan oleh Prabowo pada waktu debat yang ke dua dari capres, pada tanggal 15 Juni 2014, saya kaget. Menurut KPK, seperti yang ia dengar, kebocoran dari Negara bisa sampai Rp 7200 Trilyun dalam setahun. Sedangkan Prabowo, dari angka tersebut, mamakai kisaran angka yang menurutnya moderat tapi masih terdengar fantastis, Rp. 1.000,- Trilyun yang bisa diselamatkan!

Asosiasi saya, kebocoran adalah inefisiensi dari APBN, sementara APBN sendiri ada pada kisaran Rp 1.800,- Trilyun. Bagaimana mungkin?

Saya berusaha mencernanya dan mencari referensi yang ada. Banyak ekonom yang berpendapat tentang kebocoran ini, tetapi saya pandang kurang tepat, karena kalau bisa kita mendapatkan dari sumbernya langsung yaitu Prabowo, atau minimal dari Hatta Rajasa. Prabowo sendiri sampai saat ini belum pernah menjelaskan rinciannya. Petunjuk pertama datang dari Hatta Rajasa, cawapres yang mendampingi Prabowo dalam pertarungan pilpres 2014 ini.

Beliau mengatakan, yang pertama adalah, pendapatan Negara harus ditingkatkan dengan peningkatan pertumbuhan, trus yang kedua pendapatan Negara dapat bertambah dengan mencegah terjadinya kebocoran, misal dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dengan memaksimalkan pengawasan agar kebocoran penyelundupan SDA keluar Indonesia bisa diminimalkan.

Pikiran saya mulai mendapatkan pencerahan. Dan kemudian ada petunjuk yang lain, teringat bahwa Prabowo menanyakan kepada Jokowi dalam debat itu ‘Bagaimana Jokowi akan menyikapi terhadap kontrak-kontrak yang dinilai merugikan kepada Bangsa Indonesia?’ Jokowipun memberikan jawaban: apabila dalam kontrak itu memungkinan Indonesia merenegosiasi dan pemerintah mampu membelinya maka hal itu akan dilakukan, namun dia mengingatkan apabila dalam kontrak kerja sama itu tidak ada peluang Indonesia untuk renegosiasi maka pemerintah harus memberi penghormatan terhadap kontrak tersebut.

Dengan melemparkan pertanyaan tersebut, Prabowo dengan cara yang elegan, sebenarnya sedang membandingkan sikap antara dirinya dengan pihak Jokowi. Jokowi lebih normative, mengikuti apa yang telah tercantum didalam kontrak. Sedang Prabowo, sejak awal dikenal dengan keinginannya untuk merenegosiasi kontrak yang dipandang merugikan. Dan menurut saya, hal itu sangat mungkin dilakukan! Apabila kita berbicara berdasarkan kontraktual, maka hal tersebut jelas tidak (jarang) memberikan peluang untuk dilakukan renegosiasi, tetapi apabila hal itu didasarkan kepada kemauan politik dengan alasan yang sangat jelas dan berani mengajak pihak luar untuk duduk bersama lagi membicarakan renegosiasi kontrak untuk kepentingan kedua bangsa, maka hal itu sangat mungkin untuk dilakukan! Pemimpinlah yang harus mampu mengolah isu lokal maupun internasional untuk menaikkan posisi tawar didalam melakukan renegosiasi dengan Negara lain.

Buktinya, pemerintahan SBY pernah melakukannya pada tahun 2008, untuk melakukan renegosiasi harga gas tangguh meski hasilnya sangat sedikit. Jusuf Kalla, wapres pada waktu itu, mengatakan bahwa potensi kerugian atas kontrak penjualan rugi yang ditandatangani Megawati pada tahun 2002 itu mencapai USD 75 Milyar, dalam rupiah angka tersebut melebihi Rp 850 trilyun selama masa kontrak (25 tahun).

Kontrak penjualan gas tangguh terjadi pada era Megawati, yaitu di tahun 2002. Gas tangguh dibuatkan kontrak untuk penjualan ke China dengan harga tetap, tidak mengikuti harga pasar, yaitu sebesar USD 3.35,- per MMBTU (setelah renegosiasi), sedangkan harga pasaran ini mencapai kisaran USD 15,- per MMBTU. Selisih itulah yang menjadi perhitungan kerugian yang dialami bangsa Indonesia selama kontrak berjalan. Saking murahnya, bahkan Pertamina sendiri rela membeli gas tangguh itu tiga kali lipat harganya.

Itu baru dari satu kontrak Gas Tangguh, sudah mempunyai nilai fantastis kerugian sebesar itu, belum kontrak-kontrak migas yang lain, dan masih diperparah seperti penyelundupan pasir ke Singapore, penyelundupan minyak bersubsidi keluar, kebocoran dari mineral lain seperti batubara, kayu-kayu di Indonesia yang diselundupkan, potensi kelautan yang banyak dijarah dari negara lain, penyelundupan barang-barang impor dari China dan Malaysia di perbatasan, pemalsuan cukai, pajak-pajak yang dikemplang. Rasanya kemudian, angka Rp 1.000,- Trilyun kebocoran menjadi sangat realistis.

Mari kita melihat data-data untuk membuka mata kita:

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara RI tahun 2014 adalah Rp 1.842.5 Trilyun sesuai data dari Kementrian Keuangan. Inilah besaran APBN untuk Indonesia yang mempunyai penduduk 240 juta jiwa. Bandingkan dengan Jepang, dengan penduduk yang hanya sekitar 130 juta jiwa, tetapi mempunyai APBN sampai USD 1.02 Trilyun, atau sekitar Rp. 11.500,- Trilyun. Jepang  mempunyai sumber daya alam yang terbatas, luasan wilayah yang lebih sempit, garis pantai yang jauh bila dibandingkan dengan Indonesia, dan juga hutan yang tidak sebanyak Indonesia,  tetapi dia unggul dibidang industri sehingga bisa memberikan kontribusi pendapatan kepada negaranya yang besar.

Bahkan, dibandingkan dengan perusahaan migas kelas dunia seperti SHELL dan EXXON, pendapatan negara Indonesia  masih dibawahnya.

SHELL, perusahaan migas Belanda, pada tahun buku 2013, mempunyai total pendapatan sebesar USD 481.7,- Miliar (sekitar Rp. 5.500,- Trilyun, dengan kurs Rp. 11.500,-) dan keuntungan USD 26.6 Milyar (sekitar Rp. 305 Trilyun) dengan total pegawai seluruh dunia sekitar 87.000 orang.

Sedangkan EXXON, perusahaan migas Amerika, pada tahun buku 2013, mempunyai total pendapatan sebesar USD 449.9 Miliar (sekitar Rp. 5.163,- Trilyun) dan keuntungan sebesar USD 44.9 Miliar (sekitar Rp. 516 Trilyun) dengan total pegawai seluruhnya sekitar 88 ribu orang.

Memang tidak bisa membandingkan antara pendapatan negara dengan pendapatan Multi National Company (MNC). Karena ada parameter lain misal Produk Domestik Bruto yang mengukur keseluruhan nilai pasar dan barang yang diproduksi oleh suatu Negara ataupun Pendapatan Asli Daerah yang dikelola oleh daerah sendiri. Atau bisa juga secara mudahnya, untuk mengetahui pendapatan seluruh bangsa Indonesia dengan mengalikan pendapatan perkapita diklikan jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan.  Karena pendapatan Negara adalah pendapatan yang diperoleh Negara dari pajak-pajak yuang ditarik oleh Negara kepada rakyatnya, royalty atau hasil pengelolaan sumber daya alamnya dan hasil pendapatan lain dari BUMN dan sebagainya.

Tetapi bagaimanapun juga terlihat sangat jomplang!!

Saya hanya mau memberikan gambaran, sebuah perusahaan besar dunia saja mampu menghasilkan keuntungan sebesar seperempat dari total pendapatan Negara besar seperti Indonesia. Dan, perusahaan tersebutpun bukan mempunyai kekayaan alam sendiri. Kebanyakan, ia hanya mengolah kekayaan alam di Negara-negara lain. Logikanya, yang mempunyai sumber kekayaan seharusnya bisa mempunyai pendapatan yang lebih besar!!

Pendapatan Negara tahun 2014 sebesar Rp 1842.5 Trilyun, sedangkan pendapatan EXXON sampai mencapai Rp. 5.143,- Trilyun dengan keuntungan sebesar Rp 516 Trilyun. Bayangkan, keuntungannya saja Rp 516 Trilyun!

Pendapatan sebesar Rp 1.842.5 Trilyun itulah yang dipakai untuk membayar gaji PNS, TNI-Polri, anggota DPR,  membangun rumah sakit, kantor, sekolah, jalan, jembatan, pasar, membeli pesawat tempur, kapal perang, tank, dana bencana alam, subsidi BBM dan pupuk dan sebagainya, dan itu untuk keperluan seluruh bangsa Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa!

Sedangkan Exxon, dengan pendapatan sebesar hampir 3 kali pendapatan Negara Indonesia, dan keuntungannya mencapai Rp 516 Trilyun, itu adalah sebuah perusahaan dengan kemampuan sebuah Negara!!

Karena mempunyai kemampuan seperti Negara itulah, dengan kekuatan modal yang dimilikinya, ia akan terus berusaha mempertahankan sumber-sumber pendapatannya dibanyak Negara sekuat mungkin!

Kwik Kian Gie, mantan Mentri Negara PPN / Kepala Bappenas,  menceritakan pengalamannya di kabinet selama pemerintahan Gus Dur dan Megawati, bagaimana ia ditekan dari rekan bangsanya sendiri dan juga tekanan dari pemerintahan Amerika ketika ia menolak untuk memperpanjang kontrak EXXON di blok Cepu – Bojonegoro.

EXXON adalah perusahaan dengan kemampuan seperti Negara, tentu tidak rela salah satu sumber pendapatannya lenyap, dan ia berani melakukan segala cara untuk mempertahankannya!

Kwik Kian Gie, merasa heran, bagaimana ia dikeroyok oleh bangsanya sendiri yang ia sebut mempunyai mental inlander, dalam mempertahankan agar perpanjangan kontrak Exxon di blok Cepu tidak diperpanjang!

Mental inlander adalah mental inferior atau rendah diri dan tidak percaya diri sebagai sebuah bangsa dan memandang bangsa lain jauh lebih maju!

Blok Cepu kemudian diperpanjang, untuk dikelola lagi oleh Exxon sampai tahun 2030, memupus harapan untuk dikelola sendiri oleh ibu pertiwi.

Kwik Kian Gie-pun berkesimpulan dan mengatakan ‘Dibutuhkan pemimpin yang revolusioner untuk melakukan renegosiasi atas kontrak-kontrak asing!’

Pemimpin yang revolusioner disini adalah Presiden, karena untuk negosiasi dengan perusahaan raksasa tentulah bukan hanya level dari seorang menteri seperti dirinya!

Negara kapitalis asing pemilik banyak perusahaan raksasa, perusahaan dengan kekuatan seperti Negara,  berharap agar kepentingannya di Indonesia tetap aman tidak terganggu, sehingga tidak menginginkan terciptanya pemimpin yang oleh Kwik Kian Gie digambarkan sebagai Pemimpin yang Revolusioner!

Ketika Prabowo Subianto, menyatakan adanya kebocoran dana Rp. 7.200,- Trilyun dan dia memprogramkan untuk menyelamatkan Rp. 1.000,- Trilyun-nya saja, orang-orang terpana dan terkejut. Kalau orang awam mungkin wajar bila dia terkejut, tetapi apabila banyak pelaku ekonomi dan para elitis juga tidak mengerti dan ikut mempertanyakannya juga, sepertinya mereka sudah terjangkit mental inlander. Mereka sibuk dan berpolemik dengan istilah ‘kebocoran’ daripada memperhatikan substansinya, bagaimana cara menutup dan mendapatkannya kembali!

Prabowo Subianto menyadarkan bangsa Indonesia, bahwa kita hidup dialam yang sangat kaya raya, yang belum tergarap maksimal dan mampu membuat rakyatnya makmur dan sejahtera!

Saatnya anda memilih, kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita, siapa lagi!!

Salam Indonesia Raya!

 

Referensi:

Ini Penjelasan Hatta Rajasa Soal Kebocoran Anggaran Rp 1.000,- Trilyun

Potensi Rugi Rp 750 Trilyun, Harga Gas Tangguh Harus Tinggi

Fortune Global 500, daftar perusahaan kelas dunia.

Kwik Kian Gie: Renegosiasi Kontrak Asing Butuh Pemimpin Revolusioner

Kwik Kian Gie: Terjajah Exxon Mobil di Cepu

Iklan
Pos ini dipublikasikan di Opini dan tag , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s