Ini gue banget. Boros, itu alasannya kenapa jarang ada banyak uang tunai di dompet saya. Paling banyak sekitar Rp 200.000,-, selebihnya saya lebih suka menggunakan transaksi non tunai.
Dan bersyukur, karena sekarang semakin banyak transaksi tanpa menggunakan uang tunai. Dulunya non tunai hanya berarti memakai Kartu Kredit, sekarang sudah ada debit card yang merupakan kartu tabungan multi fungsi yang tidak hanya untuk ATM saja. Debit card-pun semakin meluas penggunaannya, dengan memanfaatkan jaringan Visa dan Master yang sebelumnya telah ada untuk Kartu Kredit.
Yang terbaru adalah Uang Elektronik atau e-money (dan di adopt menjadi brand uang elektronik yang dikeluarkan oleh bank Mandiri). Uang elektronik adalah segala jenis uang yang tersimpan didalam sebuah sistem seperti server ataupun chip. Yang terbanyak penggunanya dalam bentuk kartu dengan chip didalamnya. Nilai nominal uangnya diisi melalui Bank penyedia layanan melalui ATM ataupun tempat tertentu.
Saya sering menggunakan KRL Jabodetabek, sudah setahun belakangan ini semua transaksinya cashless. Sangat menyenangkan, tidak perlu antre di loket, tidak perlu struk ataupun tiket dan tidak ada lagi pemeriksaan tiket waktu berangkat maupun datang, cukup hanya menempelkan kartu e-money semuanya beres.
Banyak hal yang bisa dihemat jika transasksi dilakukan tanpa menggunakan uang tunai. Misal saya mau bepergian dengan KRL, maka perjalanan ‘fisik uang’ saya sangat panjang. Pertama saya akan ambil uang saya di ATM, saya hitung uang saya dan saya masukkan kedalam dompet saya. Sampai didepan loket tiket, saya mengeluarkan uang untuk membeli tiket, saya dapat tiket dan kasir mendapatkan uang saya. Uang saya oleh kasir dihitung kembali kemudian ditaruh dan dikumpulkan. Saat kasirnya pergantian petugas, uangnya diserahkan ke kasir pengganti, dihitung kembali dan kasir pengganti akan menghitung ulang. Setelah selesai jam operasi KRL, kasir menyerahkan kepada atasannya, setelah dihitung lagi, dan atasannya akan menghitungnya ulang. Pada setiap hari tertentu, uangnya dikumpulkan untuk disetor ke Bank, bagian petugas keuangan akan menghitungnya kembali. Sampai di Bank, uang diserahkan kepada Teller, dan sudah menjadi prosedur, Teller pasti akan menghitungnya lagi. Ingin cerita ini dilanjutkan? Gak bakalan selesai selesai sampai akhirnya uangnya lecek dan dimusnahkan, hehehe.
Jika uangnya dari Bank dan akhirnya kembali juga ke Bank, lalu kenapa tidak menggunakan uang elektronik saja? Dengan memakai uang elektronik, jika saya menggunakan KRL, saya cukup menempelkan ke gerbang masuk untuk membuka pintunya. Saldo uang elektronik saya berkurang, pindah ke rekening PT KAI sebagai penyelenggara KRL, titik! Praktis dan efisien!
Tidak perlu lagi membuat fisik dari uangnya dalam bentuk logam dan kertas, tidak ada biaya untuk pencetakan tiket, tidak perlu ada petugas yang memeriksa tiket waktu masuk, di kereta ataupun waktu kedatangan. Tidak perlu banyak petugas yang menghitung uang berkali-kali dan sangat riskan terjadi kesalahan dan pencurian. Tidak ada penyebaran penyakit melalui fisik uang yang berpindah tangan berkali-kali.
Disamping keuntungan diatas, karena lagi digalakkan penggunaannya, menggunakan uang elektronik lebih dimanjakan. Banyak promosi dan diskon jika menggunakan uang elektronik, tempat yang dipisahkan dan dikhususkan, seperti jika kita membayar di Tol yang ada gerbang khusus untuk pembayaran dengan uang elektronik.
Sekarang banyak Bank yang menyediakan Uang Elektronik. Persaingannya juga lumayan ketat, dengan memberikan diskon dan memperbanyak gerai yang bisa menerima uang elektronik. Yang terbesar dan paling awal sepertinya BCA dengan brand Flazz-nya, kemudian Bank Mandiri dengan ragam brand Uang Elektronik. Yang lainnya, masih menjadi figuran, pemain tidak penting!
Susahnya, kadang Uang Elektronik bekerjasama dengan suatu penyedia jasa yang memberikan hak eksklusif hanya menerima Uang Elektronik tertentu. Seperti jalan Tol di Lingkar Luar, Lingkar Dalam, Cikampek, Jagorawi dan Merak yang hanya khusus menerima uang elektronik dari Bank Mandiri. Ini membuat kita terpaksa membeli Uang Elektronik dari Bank itu jika sering menggunakan tol tersebut. Itu yang membuat Bank Mandiri uang elektronik pertamanya dinamai E-toll Card.
Kalo KRL Jabodetabek lebih fleksibel, dia memberikan banyak keleluasaan bagi pelanggannya untuk menggunakan beragam Uang Elektronik, bisa dari BCA, Bank Mandiri, Bank BRI ataupun Bank BNI.
Sejauh ini, yang pertama, yang paling agresif, yang paling banyak menawarkan diskon dan promosi, dan paling banyak bisa diterima di berbagai tempat adalah Flazz dari BCA. Dan, sampai saat ini, sepertinya hanya BCA yang bekerja sama dengan Secure Parking, sehingga memudahkan pelanggan tidak perlu mencari uang recehan untuk bayar parkir. Membayar uang parkir termasuk transaksi yang paling sering kita lakukan.
Uang Elektronik, pasarnya memang diarahkan untuk menggantikan transaksi dengan ‘uang recehan’. Tapi siapa sangka, volumenya terus menggelembung. Jika di tahun 2007 volume uang elektronik hanya Rp 5 Milyar, sekarang sudah tembus angka Rp 30 Trilyun di tahun 2013.
Oya, jika kita kehilangan Uang elektronik kita, sisa saldo yang ada di Uang Elektronik tersebut tidak bisa kita klaim lagi ke Bank. Artinya, jika kita kehilangan Uang Elektronik kita, orang lain dapat menggunakannya untuk dibelanjakan, karena itu, hati-hatilah dalam menyimpannya!
Mungkin karena faktor keamanan dan memang diarahkan untuk transaksi recehan, saldo uang elektronik juga dibatasi oleh Bank, saat ini untuk Bank Mandiri dan BCA hanya memberikan batas saldo maksimal Rp 1 juta.