Roda berputar, tahun-tahun terakhir ini merupakan tahun berat bagi industri migas dunia.
Sebelumnya, industri migas terkenal sebagai industri ekslusif, premium dan anti resesi, akhirnya terkena juga! Perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri migas merupakan nama-nama terkenal yang sering dilindungi oleh pemerintahnya karena perputaran cashflow dan nilai politisnya yang tinggi. Ada Shell di Belanda, Total di Perancis, Caltex,Exxon Mobil dan Chevron di America, dan yang terakhir perusahaan-perusahaan China seperti CNOOC, Sinopec dan Petrochina. Belum lagi puluhan perusahaan lain yang juga tidak kalah raksasa seperti Aramco, British Petroleum, AMOCO, Petronas dan tentunya Pertamina.
Perputaran uang untuk satu pelaku usaha industri migas raksasa saja, seperti Exxon, dalam tahunannya bisa sampai 2 kali lipat dari nilai APBN Indonesia! Mencapai ribuan trilyun!
Tapi tiba-tiba industri migas sempoyongan. Penyebabnya harga minyak yang melorot tajam, sehingga margin yang semakin tipis, dan memaksa pelaku industri migas untuk melakukan efisiensi dan ongkos produksi ditekan serendah mungkin, untuk tetap mempertahankan keuntungan.
Gelombang PHK di kalangan industri migas kemudian terjadi, dan perusahaan migas tidak banyak melakukan langkah ekspansi, yang membuat industri pendukungnya juga menjadi mati suri. Penghematan di dalam perusahaanpun sudah menyentuh ke hal yang bersifat kebutuhan dasar, seperti fasilitas buat pegawai dan operasional kantor.
Bahkan, untuk negara seperti Saudi Arabia yang pemasukan negaranya hampir seluruhnya dari migas, sampai memotong gaji mentrinya karena imbas turunnya pemasukan dari jualan minyaknya.
Turunnya harga migas juga diprediksi berlangsung lama, bahkan naik turunnya sudah sangat tipis, sudah sama seperti barang-barang industri massal yang mudah tersedia di pasaran seperti mobil, elektronik bahkan baju dan makanan. Migas sudah bukan lagi barang ekslusif dan premium!.
Amerika Serikat adalah negara yang boros energi, merupakan negara industri yang konsumsi migasnya sangat besar dan karenanya mempengaruhi harga minyak dunia. Amerika, sebagai negara adidaya, tentu sangat tidak mau menjadi negara yang tergantung pada negara lain dalam hal energi. Pengembangan teknologi terus dilakukan, dan akhirnya ditemukan teknologi untuk mengeksploitasi shale gas dengan biaya yang sangat murah.
Teknologi konvensional migas melakukan pemboran migas pada titik-titik yang telah diidentifikasi mempunyai kandungan migas. Proses identifikasi titik-titik kaya potensi migas dilakukan dengan operasi seismik. Operasi seismik pada dasarnya sama seperti melakukan proses USG pada tubuh manusia untuk mengetahui gambaran dalam tubuh manusia. Dengan operasi seismik, gambaran perut bumi dapat diketahui. Dibaca oleh para ahli, dan diketahui bagian-bagian yang kemungkinan mengandung potensi migas. Migas didalam perut bumi merupakan suatu aliran seperti sungai, dan pada titik-titik tertentu membentuk suatu kantong atau cekungan yang merupakan penampungan dari aliran migas tersebut. Kantong-kantong yang diduga berisi kandungan migas itulah yang kemudian dilakukan pemboran untuk mengetahui isi kandungan yang sebenarnya. Bisa berupa air, gas, minyak, dan kondisinya bervariasi mana yang dominan, apakah minyaknya, air, atau gasnya. Tentu, yang akan kemudian dieksploitasi adalah yang mengandung minyak atau gas dengan jumlah yang ekonomis.
Sampai saat ini, teknologi yang ada belum bisa menentukan apakah cekungan atau kantong dalam lapisan bumi itu berupa air, minyak atau gas kecuali dengan pemboran. Hanya dengan pemboran bisa diketahui apa isi cekungan dalam perut bumi tersebut. Karenanya, proses pemboran mengandung unsur resiko juga, sebab tidak semua cekungan mengandung potensi migas. Secara kasar, hanya 3 dari 10 pemboran yang cekungannya berisi migas. Dan dari 3 tersebut, hanya 1 yang secara ekonomis dapat dilakukan eksploitasi migas. Yang lainnya biasanya ditinggal dan ada kemungkinan dilakukan eksploitasi suatu saat nanti bila kandungan migasnya sudah ekonomis untuk dieksploitasi.
Cekungan-cekungan yang kaya minyak tersebut, bisa dimisalkan sebagai kantong penyimpan migas, dan tidak semua cekungan dapat menyimpan dengan rapat-rapat migas yang ada didalamnya karena struktur batuannya. Pada lokasi geografis tertentu, potensi migas juga ditemukan pada batuan serpihan yang dikenal dengan istilah shale gas.
Shale gas adalah gas alam yang terdapat di dalam batuan shale, yaitu sejenis batu lunak (serpih) yang kaya akan minyak ataupun gas. Oil shale merupakan batuan sedimen yang mengandung material organik. Dengan teknologi baru, serpihan-serpihan minyak dan gas alam diekstrak setelah air, pasir, dan zat-zat kimia dipompa ke bawah tanah pada tekanan tinggi agar batu-batu terpecah. Proses ini umumnya disebut sebagai teknologi Hydraulic Fracturing atau lebih dikenal dengan ‘fracking’. (Referensi lebih detail mengenai shale gas bisa di-googling, berikut yang menurut saya termasuk lengkap: http://www.migasreview.com/post/1422425864/teknik-shale-gas-butuh-reservoir-seperti-kerupuk.html)
Eksploitasi migas selama ini hanya dilakukan dengan proses pemboran ke kantung-kantung migas yang ada dalam perut bumi. Pemboran dilakukan bisa sampai puluhan kilometer untuk menuju titik kantong migas. Dan itu membutuhkan biaya investasi yang sangat besar.
Dan, Amerika menemukan teknologi untuk memanfaatkan shale gas dalam skala industri. Amerika kemudian berjaya dan berswasembada di bidang energi. Kebutuhan energi dalam negerinya terpenuhi. Pasar kelebihan pasokan, sehingga minyakpun dijual dengan murah.
Apa efek berantai yang kemudian terjadi dengan turunnya harga migas? Akibat langsung sudah pasti, konsumen dapat membeli bahan bakar dengan harga yang lebih bersahabat, harapannya industri lain juga meningkat, karena energi merupakan penggerak utama sektor industri lainnya. Selain itu, industri-industri sampingan dari minyak juga menjadi murah. Industri karet mendapatkan keuntungan dengan harga karet sintetis (yang merupakan produk sampingan dari minyak bumi) yang lebih murah, membuat karet alam harganya jatuh dan petani karetpun terkena imbasnya.
Efek lain, usaha-usaha riset untuk menemukan energi alternatif juga melambat kalau tidak mau dikatakan terhenti. Dulu pada waktu harga minyak diatas USD 100 per barrel, riset untuk energi alternatif bermunculan, seperti energi surya, energi panas bumi, energi angin dan lainnya. Bahkan, ada usaha bio-diesel, dimana menggunakan minyak nabati dari tumbuhan sebagai campuran dari minyak bumi, walau kadar minyak nabatinya hanya sekitar 5%.
Efek yang lain, seperti dikatakan di awal artikel ini, industri migas tidak lagi menjadi industri yang ekslusif, premium dan digdaya seperti sebelum-sebelumnya. Ia sama seperti industri massal lainnya, seperti otomotif, elektronik, tekstil dan lainnya yang harus menekan biaya produksi karena kerasnya persaingan.
Sejatinya hal ini lumrah dalam perjalanan sebuah bisnis. Awal kemunculan suatu produk biasanya mahal, karena pengusaha yang bermain masih dapat dihitung dengan jari. Tetapi kemudian bila produknya sudah menjadi produk massal, dimana cara memproduksi barang tersebut sudah banyak diketahui oleh yang lainnya, maka ketersediaan barang menjadi berlimpah, dan harganya akan otomatis turun. Konsumen diuntungkan!
Dulu otomotif hanya dikuasai oleh segelintir negara Eropa dan Amerika, kemudian Jepang juga bisa memproduksi, dan menyusul Korea setelahnya India, China dan bahkan Malaysia. Harga semakin murah, karena produknya sudah menjadi produk massal.
Barang elektronikpun juga begitu. Merk-merk awal peralatan elektronik seperti Radio, Televisi dan peralatan rumah tangga adalah merk-merk Eropa dan Amerika, sekarang hampir semua negara sudah bisa memproduksi. Produsen barang elektronik sudah tidak ekslusif lagi, semua bisa membikin, menjadi produk massal, dan hargapun murah.
Dibidang jasa, pelayanan penerbangan pada jaman dahulu merupakan pelayanan transportasi hanya untuk kalangan atas. Ongkos untuk mendapatkan pelayanan sangatlah mahal. Perusahaan penerbangan merupakan usaha yang ekslusif dan premium, tetapi sekarang sudah terbalik, bahkan perusahaan penerbangan-pun bersaing dengan perusahaan moda transportasi lainnya dalam penentuan harga. Tiket pesawat tidaklah lebih mahal dari tiket kereta api ataupun tiket kapal laut.
Pergeseran itu sekarang menimpa industri migas. Ia tidak lagi menjadi industri yang ekslusif dan premium, tetapi menjadi industri yang juga harus bersaing menekan ongkos produksi untuk tetap mendapatkan margin yang bagus karena harga keekonomiannya yang terus menurun.
Dan industri migaspun tidak lagi menjadi kampiun sebagai industri papan atas, itu sangat jelas terlihat dari penurunan nilai perusahaan migas dari segi kapitalisasi pasar dalam deretan indstri dunia lainnya. Jika pada tahun 2006 masih ada 3 perusahaan migas, sekarang hanya 1 perusahaan migas yang bercokol dalam 6 besar deretan perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di dunia.
Industri migas telah menjadi industri yang lebih ‘inklusif’ dan harus lebih berkompetitif. Konsumen diuntungkan, dengan harga migas yang lebih bersahabat.