Gambar: Cukup dengan satu kartu e-money, sama seperti kita membawa uang senilai Rp 1.000.000,- di dompet.
Lagi digalakkan Gerakan Nasional Non Tunai nih, masyarakat sangat dianjurkan untuk memilih transaksi non tunai daripada tunai, sehingga akan terbentuk Less Cash Society yang terus membesar!
Gerakan ini gue banget! Saya paling tidak suka ada uang berjubel dengan rupa dan kondisi yang berbeda didompet. Ribet, apalagi kalo ada recehan logam. Biasanya, saya menyiapkan paling banyak sekitar Rp 200.000,-, didompet, selebihnya saya lebih suka menggunakan transaksi non tunai.
Dan bersyukur, karena sekarang semakin banyak transaksi tanpa menggunakan uang tunai. Dulunya non tunai sering hanya berarti memakai Kartu Kredit, sekarang sudah ada debit card atau Kartu Debit yang merupakan kartu tabungan multi fungsi yang penggunaannya tidak hanya untuk transaksi di ATM saja, tetapi diperluas juga untuk dapat dipakai berbelanja, dan sekarang gerai atau toko yang bisa menerimanya semakin luas, dengan memanfaatkan jaringan yang telah ada dari Kartu Kredit seperti Visa dan Master. Transaksi non tunai lainnya, SMS Banking atau Internet Banking.
Yang relatif baru adalah Uang Elektronik atau e-money (dan di adopt menjadi brand uang elektronik yang dikeluarkan oleh salah satu Bank). Uang elektronik adalah segala jenis uang yang tersimpan didalam sebuah sistem seperti server ataupun chip. Yang terbanyak penggunanya dalam bentuk kartu dengan chip didalamnya. Nilai nominal uangnya diisi melalui Bank penyedia layanan melalui ATM ataupun tempat tertentu.
Saya sering menggunakan KRL Jabodetabek atau Commuter Line, sudah sekitar dua tahun belakangan ini semua transaksinya tanpa uang tunai. Sangat menyenangkan! Tidak perlu antre di loket, tidak perlu struk ataupun tiket dan tidak ada lagi pemeriksaan tiket waktu berangkat maupun datang, cukup hanya menempelkan kartu e-money semuanya beres.
Banyak hal yang bisa dihemat jika transaksi dilakukan tanpa menggunakan uang tunai.
Misal saya mau bepergian dengan KRL, dengan menggunakan transaksi uang tunai, maka perjalanan ‘fisik uang’ saya sangat panjang. Pertama, saya akan ambil uang saya di ATM, saya hitung uang saya dan saya masukkan kedalam dompet. Sampai didepan loket, saya mengeluarkan uang untuk membeli tiket, saya dapat tiket dan kasir mendapatkan uang saya dan memberikan uang kembaliannya. Uang saya oleh kasir dihitung kembali kemudian ditaruh dan dikumpulkan. Saat kasirnya pergantian petugas, uangnya diserahkan ke kasir pengganti, dihitung kembali dan kasir pengganti akan menghitung ulang. Setelah selesai jam operasi KRL, kasir menyerahkan kepada atasannya, setelah dihitung lagi, dan atasannya akan menghitungnya ulang. Pada setiap hari tertentu, uangnya dikumpulkan untuk disetor ke Bank, bagian petugas keuangan akan menghitungnya kembali. Sampai di Bank, uang diserahkan kepada Teller, dan sudah menjadi prosedur, Teller pasti akan menghitungnya lagi sebelum menerimanya. Ingin cerita ini dilanjutkan? Gak bakalan selesai-selesai sampai akhirnya uangnya lecek dan dimusnahkan, hehehe.
Jika uangnya dari Bank dan akhirnya kembali juga ke Bank, lalu kenapa tidak menggunakan uang elektronik saja? Dengan memakai uang elektronik, jika saya menggunakan KRL, saya cukup menempelkan ke gerbang masuk untuk membuka pintunya. Saldo uang elektronik saya berkurang, pindah ke rekening PT KAI sebagai penyelenggara KRL, titik! Praktis dan efisien!
Tidak perlu lagi membuat fisik dari uangnya dalam bentuk logam dan kertas, tidak ada biaya untuk pencetakan tiket, tidak perlu ada petugas yang memeriksa tiket waktu masuk, di kereta ataupun waktu kedatangan. Tidak perlu banyak petugas yang menghitung uang berkali-kali dan sangat riskan terjadi kesalahan dan pencurian. Tidak ada penyebaran penyakit melalui fisik uang yang berpindah tangan berkali-kali.
Disamping keuntungan diatas, karena lagi digalakkan penggunaannya, menggunakan uang elektronik lebih dimanjakan. Banyak promosi dan diskon jika menggunakan uang elektronik, tempat yang dipisahkan dan dikhususkan, seperti jika kita membayar di Tol yang ada gerbang khusus untuk pembayaran dengan uang elektronik.Melewati gerbang tol khusus non tunai biasanya lebih cepat karena sedikit antrian, dan ada tambahan lagi, kita akan lebih bangga karena bisa melewati puluhan kendaraan lainnya dibelakang, serasa pribadi yang istimewa, hehehe.
Sekarang sudah banyak Bank yang mengeluarkan uang elektronik. Persaingannya juga lumayan ketat, dengan berlomba memberikan diskon yang berlaku di gerai tertentu, dan juga memperbanyak gerai yang bisa menerima uang elektronik tersebut. Untuk pemasarannya, uang elektronik kadang co-branding dengan produk lain, seperti dengan kartu anggota suatu organisasi, kartu mahasiswa ataupun dengan produk barang.
Susahnya, kadang Uang Elektronik bekerjasama dengan suatu penyedia jasa yang memberikan hak eksklusif hanya menerima Uang Elektronik tertentu. Seperti jalan Tol di Lingkar Luar, Lingkar Dalam, Cikampek, Jagorawi dan Merak yang hanya khusus menerima Uang Elektronik dari Bank tertentu saja, sebuah Bank BUMN. Ini membuat kita ‘terpaksa’ membeli Uang Elektronik dari Bank itu saja jika sering menggunakan tol tersebut.
Kalo KRL Jabodetabek lebih fleksibel, dia memberikan banyak keleluasaan bagi pelanggannya untuk menggunakan beragam Uang Elektronik, bisa dari Bank manapun, dan ini lebih menyenangkan!
Oya, jika kita kehilangan uang elektronik kita, sisa saldo yang ada di Uang Elektronik tersebut tidak bisa kita klaim lagi ke Bank. Artinya, jika kita kehilangan Uang Elektronik kita, maka sama seperti kita kehilangan uang tunai juga, orang lain dapat menggunakannya untuk dibelanjakan, karena itu, hati-hatilah dalam menyimpannya!
Mungkin karena faktor keamanan dan memang diarahkan untuk transaksi recehan, saldo uang elektronik juga dibatasi oleh Bank, saat ini uang elektronik dari beberapa Bank yang saya miliki, kompak hanya memberikan batas saldo maksimal Rp 1 juta saja.
Uang Elektronik, pasarnya memang diarahkan untuk menggantikan transaksi ‘uang recehan’. Tapi siapa sangka, volumenya terus menggelembung seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan bangsa Indonesia. Semakin maju suatu Negara, volume transaksi tanpa menggunakan uang tunai semakin besar pula.
Good
Great!!
praktis dan ngga berat bawa recehan…tapi kadang perlu juga buat belajar nabung buat si kecil hehehehe
Si Kecil ajarinnya jangan nabung duit recehan, tapi duit yang gede-gede 😀