Sekitar tahun 1980 – 1990 an, di komplek perumahan saya di Madura, masih ada Delman (kami menyebutnya Dokar, kendaraan yang ditarik oleh kuda yang terkenal sampai ada lagunya, … naik delman istimewa kududuk didepan…, hehehe) sebagai transportasi umum yang biasanya digunakan untuk ke pasar, sekolah ataupun tempat lain dalam jarak dekat. Pada saat itu, kehadiran Angkot (Angkutan Kota, berupa mobil penumpang umum) sudah mulai ada, dan secara perlahan Dokar menjadi tersisih. Di komplek saya, Angkot dan Delman sama-sama hadir sebagai pilihan, tidak ribut, meski Delman mulai mengeluh, karena pendapatannya turun sejak kehadiran Angkot.
Disaat yang sama, di daerah sekitar rumah teman saya, rupanya kehadiran Angkot tidak diterima oleh Dokar. Daerah teman saya memang lebih masuk tempatnya, walaupun jalan juga sudah mulus. Hanya boleh Dokar yang mangkal di ujung gang, untuk mengantar penumpang yang baru turun dari bis ataupun mobil penumpang umum ke jalan didalam area yang lebih jauh. Jangan coba-coba Angkot yang mengambil penumpang untuk masuk ke daerah tersebut, bisa dikeroyok oleh pengemudi Dokar yang mangkal!
Melihat fenomena ojek online sekarang, saya kemudian ingat kejadian di tahun 1980-an tersebut! Sama, kehadiran ojek online di komplek perumahan saya di Bogor ditolak oleh ojek pangkalan. Di ujung jalan perumahan terpampang spanduk ‘Ojek Online Dilarang Masuk Komplek Kebun Raya Residence’, dan ini membuat ngeri para ojek online, mereka gak mau ambil resiko meski ada juga yang nyuri-nyuri.
Dalam hati, saya sebagai penghuni komplek jengkel juga ke ojek pangkalan, bukankah kita penumpangnya, ya suka-suka kita dong mau milih ojek apa, rasanya gak rela kita ditekan untuk naik ojek pangkalan yang harganya jelas lebih mahal dengan bau jaket pengemudinya yang biasanya lebih bau!
Seiring waktu (dan seiring spanduknya yang semakin kusam dan robek, hehehe), kehadiran ojek online sudah mulai diterima. Ojek pangkalan mungkin capek juga bersitegang tiap hari dengan ojek online yang armadanya sudah seperti air bah.
Dulu Blackberry merajai pasar smartphone. Smartphone ya Blackberry!! Jika kita menenteng Blackberry, rasanya status kelas kita jadi terangkat, buka hape di tempat umum lebih pede, sering dibuka walau gak ada pesan baru, hehehe.
Pada jamannya, memang Blackberry sangat membantu untuk bisnis dan tidak ada yang menandingi kepraktisannya dalam hal komunikasi email. Semua platform email bisa diterima di Blackberry, membaca email seperti membaca SMS saja. Belum lagi BlackBerry Messenger, dimana kita bebas berkomunikasi dengan pemilik BlackBerry lainnya asal kita tahu nomer PIN-nya.
Email kantor yang biasanya berbasis windows MS Outlook juga dengan mudah terbaca di BlackBerry. Semua alamat yang ada di MS Outlook kita dikantor juga langsung terkonek ke BlackBerry, demikian juga dengan notifikasi calendar seperti untuk meeting dapat dibaca di BlackBerry.
Untuk alasan itu, kantor saya pada tahun 2007 membekali saya dengan BlackBerry, wow, gratisan ya pasti mau dong, hehehe. Kantor saya dulu, memang IT-minded, mengelola puluhan ribu part number pesawat terbang tentu diperlukan teknologi IT yang mumpuni. Dengan customer yang tersebar di berbagai benua, komunikasi real time manjadi suatu keharusan.
Seiring waktu, smartphone android mulai masuk. BlackBerry secara perlahan tenggelam, yang dulunya hanya dipegang orang kantoran tertentu, mulai dipegang oleh semua kalangan, dan harganya semakin turun. Sementara smartphone Android secara perlahan semakin berjaya.
Hape BlackBerry seperti terlihat jadul dengan isi program yang tertatih-tatih bila dibandingkan dengan smartphone Android.
Handphone membuat telepon rumah jadi mangkrak, dan pada waktu hape ada feature SMS-nya, surat dan telegram langsung tenggelam. Ketika handphone semakin canggih dan pintar, yang tenggelam semakin banyak lagi, facsimile, pemutar lagu, kamera, radio, beragam game dan belum lagi aplikasi lainnya dengan ribuan fungsi yang secara substitutive menggantikan peralatan yang dibuat khusus terpisah.
Internet juga mengubah pola hidup dunia secara drastis. Dulu pengeluaran terbanyak untuk komunikasi adalah pulsa, baik pulsa telpon rumah kemudian berubah menjadi pulsa handphone. Sekarang berubah menjadi layanan data, internet! Bukan lagi durasi yang dihitung dan dijual, tetapi berapa byte data yang terpakai yang kemudian dibebankan kepada pemakai. Sekarang, pengeluaran untuk volume data jauh lebih banyak daripada pulsa.
Internet membuat smartphone menjadi perangkat yang tidak boleh tertinggal dirumah, selalu ada didalam kantong, selalu yang ditengok pertama kali waktu bangun tidur, dan selalu yang dibuka jika kita lagi senggang.
Internet berkontribusi mengubah perilaku sosial dalam hal berbelanja. Sekarang keluhan mall dan pusat perbelanjaan yang mulai sepi sudah sering didengar. Kalopun ada pengunjungnya, kebanyakan para Rojali alias Rombongan Jarang Beli. Disatu sisi, belanja online mulai melonjak naik.
Media sosial membanjiri halamannya dengan katalog produk, siapa yang gak tergiur?!? Hanya dengan sentuhan jari, semua bisa terwujud, produk yang diinginkan ada dalam hitungan jam ataupun hari.
Pengalaman pribadi, tak terasa, frekwensi belanja online makin meningkat, pertamanya coba-coba, barang yang dibeli datang dengan lancar. Sekali, dua kali dan akhirnya berkali-kali, alhamdulillah semua pembelian online yang saya lakukan tidak ada masalah yang berarti. Akhirnya, setiap cari barang, yang dituju pertama mencari online dahulu, kecuali untuk barang keperluan sehari-hari.
Bukan hanya karena ada penemuan baru, sebuah situasi berubah drastis mengubah peta permainan dan strategi. Bisa saja karena sebuah ide atau cara kerja yang brillian, yang kemudian peta permainan jadi berubah.
Sebelum adanya low cost carrier seperti Air Asia, Easy Jet, Tiger Air dan lainnya, dunia penerbangan adalah dunia transportasi kelas elit, hanya orang tertentu yang bisa membayar mahal untuk mendapatkan layanannya.
Tetapi low cost carrier membalik semua situasi ini, now, everybody can fly, itu moto dari Lion Air, salah satu low cost carrier Indonesia.
Bagaimana mereka bisa menjual dengan harga murah, sementara alat angkut atau pesawat yang digunakan sama?!?
Low cost carrier memangkas semua biaya yang sifatnya ‘kemewahan’ tetapi tetap menawarkan inti dari bisnis transportasi udara: kecepatan! Hidangan di pesawat dihapus, malah diganti dengan pramugari yang jualan makanan dan minuman. Kursi pesawat juga ada harganya, bila ingin memilih seat tertentu, maka ada ongkos tambahan. Jatah bagasi dipangkas. Reservasi memakai system sendiri yang lebih sederhana. Penjualan tiket online, sehingga mengurangi biaya kantor perwakilan atau cabang. Menghindari parkir pesawat yang lama, untuk menekan biaya parkir. Dan banyak lagi yang diubah dengan satu tujuan, pangkas biaya!!
Hasilnya terasa, tiket pesawat jadi murah, terlalu murah malah, sehingga ancamannya juga ke moda transportasi yang lain seperti kapal laut (PELNI yang sebelumnya berjaya menjadi rugi!), kereta api dan bis antar kota antar propinsi. Sedangkan airline lain yang tidak efisien, terpaksa harus gulung tikar.
Itulah Game Changer, semua hal yang sifatnya penemuan, ide, kejadian ataupun prosedur yang mengubah secara drastis kebiasaan yang telah berjalan selama ini.
Anda boleh terkaget-kaget, terutama bagi pelaku usaha yang terlibat didalamnya, jangan anda lawan, karena pilihannya ikut atau tersikut!
Bagi pengojek konvensional, lambat laun mereka juga harus pasrah, setangguh apapun perlawanannya, akhirnya akan dilibas, sama seperti cerita tukang delman yang tersingkir.
Nokia, contoh yang bagus untuk sebuah die harder, keras kepala, yang akhirnya juga tersingkir. Siapa yang tidak mengenal Nokia pada waktu awal-awal handphone booming? Nokia sebuah merk yang membuat banyak orang terobsesi memilikinya. Harganya mahal, modelnya selalu menjadi trendsetter. Waktu itu, merk Samsung kwalitas produknya masih seperti baru belajar bikin hape, jelek dan tidak dilirik orang. Dan datanglah system Android, sang Game Changer, yang membalikkan semua keadaan.
Nokia bersikeras tidak mau memakai Android, dia menawarkan platform berbeda, Windows! Walaupun sudah terbukti handphone Android semakin merajai, Nokia tetap bergeming, dan akhirnya tersungkur!
Yang harus kita sadari, kepekaan pada sekitar, tidak selamanya kebiasaan kita atau bisnis kita akan berada pada zona nyaman, selalu melakukan evaluasi dan beradaptasi pada perkembangan sekitar!
Mobil berbahan bakar minyak mungkin akan segera berakhir, diganti dengan mobil listrik. Bisnis minyak sendiripun sepertinya kejayaannya mulai pudar, diganti dengan energy alternative yang lebih ramah lingkungan. Sepertinya, sekolah klasikal dengan pola yang tidak berubah setelah ratusan tahun, juga akan berubah, diganti dengan homeschooling atau e-learning yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak didik. Semua berubah, tidak ada yang abadi!