Politik emak-emak…

Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, memeluk keluarga korban teroris penembakan 2 Masjid di Chistchurch pada tanggal 15 Maret 2019 lalu.

Setelah berdiskusi panjang akhirnya diputuskan, mudik kali ini ke Jawa Timur, dan bawa mobil sendiri dari rumah di Bogor.

Istriku langsung bilang ‘Tapi jangan naik tol Jokowi!!’, tampangnya serius, ngomongnya rada berteriak lagi.

Giliran saya yang kaget ‘Loh…?!?, kok bisa?, kaget bercampur geli dan akhirnya saya ngakak guling-guling.

Saya bilang ‘Emangnya duit Jokowi yang bangun, enak aja, ya kita harus ngejar waktu, walau emang mbosenin kalo naik tol, gak bisa mampir – mampir!’.

Isteriku tetap gak terima, ngeluh, utamanya karena bayar tol-nya yang mahal, ratusan ribu rupiah, melebihi harga untuk konsumsi bensin selama perjalanan menuju Surabaya, dan kayaknya kita ‘dipaksa’untuk memakai tol, karena diberlakukan one way, sedang naik pesawat juga harganya melambung tinggi.

Saya dan isteri bukan pemilih Jokowi, sejak 2014 yang lalu. Di tahun 2014, meski bukan pemilih Jokowi, dia biasa aja  pilih Prabowo, bukan dengan ‘dendam’ yang membara seperti sekarang, kayaknya sakit hati dia, soalnya listrik naik 3 kali lipat, bensin naik dan sering complaint kalo belanja di tukang sayur yang keliling kompleks harganya pada mahal semua, atau ukurannya yang semakin kecil meski harganya tetap.

Bukan hanya itu, tetiba disela waktu buka puasa istriku bilang ‘Bang, nih gak bener pemerintahan sekarang, apa-apa mahal, semua duit rakyat dikurasin, BPJS diembat, sampe gak bisa bayar tagihan rumah sakit, udah kita gak usah ikut BPJS sekarang, ntar kalo sakit juga gak ditanggung, kita tabung aja duitnya!

‘Salah tu, yang diambil buat infrastruktur itu BPJS Ketenagakerjaan, kalo yang gak mampu bayar itu BPJS Kesehatan. Tapi emang kebangetan juga pemerintah, ini namanya komersialisasi pelayanan publik, ya namanya untuk kesehatan warganya, ya harus ada subsidi-lah, masak pemerintah maunya untung dari BPJS kesehatan!, kali ini saya membenarkan juga ucapan istriku, ‘Malas juga bayar BPJS kalo kayak gini caranya, tapi sialnya preminya dah dipotong duluan, kita kan diwajibkan!

‘Kita gak usah bayar pajak, kita tahan dulu duitnya, situasi gak menentu nih!, kemudian dia menambahkan.

Kaget saya berkata, ‘Emang semua pajak kan udah ditarikin, tiap bulan ditarikin pajak penghasilan, apa lagi?

‘PBB kan kita belum bayar!!

Dalam hati ‘Ingat juga ya dia, kalo kudu bayar PBB, biasanya saya bayarnya pasti telat, langsung 2 atau 3 tahun sekaligus, hehehe’, saya gak terlalu menanggapinya.

‘Kita tarikin juga uang kita di Bank, entar lagi rush lho, kayak dulu di tahun 98!

‘Whattt, ditarikin duit, emangnya seberapa banyak sih duit kita di Bank, kita kan bukan nasabah premium yang punya duit ratusan milyar, yang kalo ditarikin duit bisa sekarat tuh Bank’, saya membatin, kemudian ngomong ke istriku ‘Ah, jangan ikut-ikutan ajakan yang banyak di medsos tuh!.

Pilpres 2019 fenomena tersendiri, bangkitnya militansi emak-emak! Kalau dalam lingkungan dekat, bukan isteri saya saja yang begitu, keluarga saya yang ‘emak-emak’, omongannya ngeri-ngeri, hehehe, pokoknya no excuse untuk Jokowi. Ngomongnya lebih banyak pakai perasaan saja, curhat atas semua kondisi sekarang.

Yang saya salut dari mereka militansi-nya yang luar biasaaa!

Kalo udah gak suka kepada sesuatu, dengan segala cara ia akan melampiaskan ketidak-sukaannya, tapi sebaliknya, kalo sudah suka sama sesuatu, segala cara juga akan ditempuh untuk menunjukkan aspirasi pilihannya! Waktu dan uang juga rela mereka korbankan.

Dan payahnya, kalo udah benci sama seseorang, bawaannya curigaan terus sama apapun yang dilakukan orang tersebut. Sebaliknya kalo udah suka, dia cenderung akan nurutin apa yang dikatakan idolanya.

Keluargaku yang lain, yang sebelumnya jarang ngomongin politik, tiba-tiba pamer foto dengan Rocky Gerung dan Haikal Hassan dalam suatu forum. Waduh, kalah juga nih saya, hahaha, batin saya.

Itulah emak-emak kalo udah terjun berpolitik, lebih memakai perasaan, tidak mau kompromi, rela berkorban, dan sangat peduli!

Saya kemudian mempunyai jawaban atas beberapa fenomena politik emak-emak:

Pantaslah Megawati cuekin SBY meski dia Presiden selama 10 tahun, karena Megawati merasa dikhianati ketika SBY mundur dari kabinetnya waktu ia jadi presiden,

Megawati dan Rachmawati yang berseberangan dan bak musuh bebuyutan meski mereka bersaudara,

Theresa May, yang dengan berurai air mata menyatakan akan mundur menjadi Perdana Menteri Inggris sejak 7 Juni 2019 karena merasa gagal membawa Inggris untuk keluar dari Uni Eropa dalam kesepakatan Brexit,

Jacinda Ardern, Perdana Menteri Selandia Baru, dengan langkahnya yang sangat simpatik dan penuh kasih kepada para keluarga korban teroris di dua masjid di Christchurch pada tanggal 15 Maret 2019 lalu. Bahkan, ia tidak mau menyebut nama teroris itu saking bencinya, dan memeluk dengan penuh kasih para keluarga korban perempuan. Sangat menyentuh dan menuai simpati dunia,

Dan Angela Markel, Perdana Menteri Jerman yang mempunyai kebijakan ‘Satu Juta Imigran’untuk membuka pintu negaranya bagi imigran Suriah, Afghanistan dan Irak meski ditentang oleh banyak pihak di negaranya yang mengkhawatirkan ancaman keamanan dalam negeri Jerman. Kebijakan ini lebih kepada rasa kemanusiaan daripada politik.

Itulah politik emak-emak, perasaan yang berbicara!

Iklan
Pos ini dipublikasikan di Opini dan tag , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s