Sebuah Perjalanan Panjang

An Odyssey, Sebuah Perjalanan Panjang…

Hari ini Minggu, tanggal 5 September 2010 atau merupakan hari ke 26 dari bulan Ramadlan 1431 H. Bulan yang sangat istimewa, karena dibulan itulah saya dilahirkan sehingga namanyapun Ahmad Ramadlan.

Pada hari ini saya mencoba membuat Blog, sebuah niatan lama yang baru terealisasi sekarang. Dulu pernah register untuk sebuah akun Blog, yang karena saking lamanya, nama website-nyapun lupa. Kasihan website-nya, sudah disampahi dengan akun yang gak bermanfaat, hehehe…

Waktu bikin Blog ini di Google, pada tahap ‘Beri Nama Blog Anda’, saya agak tertegun lama, bingung atas pertanyaan ini, karena harus memberi nama atas Blog saya. Saya tinggalkan taraweh dulu, dan pada saat Shalat Taraweh (yang berarti Shalat Tarawehnya kurang khusuk nih, maafkan ya Allah!) saya teringat untuk memberi nama Odyssey, perjalanan panjang, dan biar rada sastra dikit diberi label An Odyssey, Sebuah Perjalanan Panjang, Pengembaraan, ataupun Perjalanan yang Penuh dengan Petualangan. Sengaja pakai bahasa Inggris, karena lebih representatif. Representatif maksudnya, cukup dengan satu kata mempunyai makna yang lebih.

Nama Odyssey awalnya saya tidak tahu artinya. Pertama melihat dari sebuah seri mobil buatan Honda; Odyssey. Karena bentuknya pas dihati, tergelitik untuk mencari apa artinya, saya coba buka di kamus dan artinya adalah: Perjalanan Panjang, Pengembaraan, ataupun Perjalanan yang Penuh dengan Petualangan. Saya kagum pada orang Honda yang telah memberi nama mobil itu dengan Odyssey, karena bentuk mobil itu yang panjang (tetapi tidak terlalu panjang juga), kokoh dan stabil yang sengaja diciptakan untuk  siap  menempuh sebuah perjalanan panjang penuh makna dengan kenyamanan dan rasa aman.

Dan, demikianlah maksud dan keinginan Blog ini dibuat. Blog ini akan bercerita ‘ngalor-ngidul’ gak tentu arah yang merupakan mosaik dari perjalanan saya. Perjalanan yang perlu saya tuliskan karena saya rasa sangat bermanfaat, utamanya untuk saya sendiri. Kalaupun kemudian ada yang mengambil manfaat dari Blog ini, Alhamdulillah!

Ini alamat email saya: ahmadramadlan@yahoo.com

Selamat menikmati Blog saya!

Dipublikasi di Uncategorized | Tag , | 7 Komentar

Merancang sebuah Webinar…

Presiden Jokowi telah menetapkan Pandemi Covid-19 sebagai Bencana Nasional melalui Keppres No 12 Tahun 2020. Dalam pelaksanaannya, sebagai upaya mendukung penghentian penyebaran Covid-19, pemerintah melakukan pembatasan pengumpulan massa untuk pelaksanaan kegiatan sosial (politik, ekonomi, budaya, pendidikan dan ibadah), pembatasan operasional fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, pusat perbelanjaan, pabrik-pabrik dan kantor-kantor serta upaya lainnya seperti memakai masker, menjaga jarak fisik, selalu cuci tangan memakai sabun dan lainnya.

Sampai saat ini, pembatasan kegiatan sosial masih terus berlangsung dan kalaupun ada relaksasi pembatasan, kegiatan sosial tetap harus memperhatikan protokol kesehatan melalui pengaturan kegiatan sosial yang meminimalkan interaksi fisik dan norma-norma lain yang jauh berbeda dengan keadaan sebelum Pandemi Covid-19.

Teknologi Informasi yang ada sekarang ini telah berkembang dengan pesat. Media sosial telah menjadi teknologi daring yang mempunyai cakupan luas menjangkau banyak lapisan masyarakat. Secara umum, kesenjangan masyarakat dengan teknologi informasi sudah semakin tiada. Masyarakat sudah biasa berinteraksi dengan pihak lain tanpa ada batasan tempat dan jarak.

Pada saat Pandemi Covid-19 ini, penggunaan teknologi informasi perlu dimaksimalkan untuk menjalankan beberapa program TJS kepada para penerima manfaat.

Salah satu kegiatan daring yang sekarang banyak dilaksanakan yaitu Webinar. Webinar itu sendiri yang merupakan singkatan dari web dan seminar. Web yang dimaksudkan artinya adalah penggunaan jaringan internet sedangkan Seminar adalah kata lain untuk menunjuk istilah pertemuan. Sehingga webinar adalah kegiatan pertemuan antar sekelompok orang yang dijalankan dengan bantuan koneksi internet.

Mekanisme webinar sendiri sama seperti seminar biasa hanya saja dilakukan secara digital tanpa adanya interaksi fisik melalui software atau layanan webinar, seperti Zoom, Google Meet, Microsoft Teams, WebEx atau lainnya.

Apa yang harus dilaksanakan untuk merancang sebuah Webinar

  1. Menentukan Tema yang tepat yang akan dijadikan topic dalam Webinar. Tema diangkat sesuai yang aktual atau trending topic pada saatnya, pada saat masa sekarang, Pandemik Covid-19, beberapa tema ini sangat actual:
    1. Strategi Bisnis UMKM didalam Masa Pandemi Covid-19
    2. Tips Memanfaatkan Waktu Luang #DiRumahAja didalam Masa Pandemi Covid-19
    3. Protokol Kesehatan Covid-19 Kenormalan Baru di Tempat Kerja dan Sekolah
    4. Parenting Bagi Anak #DiRumahAja didalam Masa Pandemi Covid-19
    5. Berkebun dengan Memanfaatkan Lahan Terbatas untuk Pemenuhan Nutrisi keluarga.
    6. Dan lain-lain.
  2. Menentukan personil yang akan terlibat didalam Webinar, yang secara garis besar terdiri dari:
    1. Host adalah tuan rumah, didalam Webinar yang diselenggarakan oleh suatu institusi maka Host acara-nya manajemen dari institusi tersebut.
    2. Program Director atau pengarah acara atau pemandu jalannya kegiatan yang bertugas merencanakan acara-acara (isi atau tema, waktu pelaksanaan, publikasi acara dan lainnya), mengarahkan acara tahap demi tahap dan pengaturannya seperti pengaturan waktu, pengaturan sesi acara seperti pembukaan, presentasi, tanya jawab dan penarikan kesimpulan serta sesi santai atau ice breaking serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan Webinar pada saat dan sesudah dilakukan Webinar.
    3. Moderator atau pemimpin jalannya tahapan presentasi dan diskusi serta pengambilan kesimpulan acara.
    4. Moderator dapat dibantu dengan personil lain yang bertugas lebih spesifik seperti misalnya notulis dan pembantu umum.
    5. Administratur Webinar bertugas untuk dukungan administrasi dan teknis didalam pelaksanaan Webinar. Tugasnya memastikan ketersediaan jaringan dan aplikasi yang akan dipakai dalam Webinar, mensosialisasikan acara Webinar, menghubungi dan menyebarkan undangan kepada personil yang terlibat didalam Webinar (pembicara, pembahas, moderator dan peserta), menyebarkan materi digital yang terkait dengan pelaksanaan Webinar, narahubung dalam pelaksanaan Webinar dari calon peserta atau lainnya, memberikan arahan teknis pelaksanaan Webinar kepada calon peserta seperti pemberian ID dan Password untuk mengikuti Webinar atau cara mengunduh aplikasi yang akan dipakai dalam Webinar, membuat daftar undangan dan biodatanya, menyelesaikan administrasi pemberian uang apresiasi misalnya kepada pembicara, moderator dan peserta, pengaturan dan administrasi pemberian hadiah atau doorprize, mendapatkan umpan balik dari peserta setelah pelaksanaan Webinar, pembuatan laporan terperinci setiap pelaksanaan Webinar dan tugas administrasi lainnya.
    6. Pemateri atau Speaker adalah personil yang mempunyai kompetensi menyampaikan pengetahuan atau materi acara yang kemudian dijadikan bahan diskusi didalam pelaksanaan Webinar.
    7. Pembahas atau peserta ahli adalah peserta yang sangat berkaitan erat didalam pembahasan tema Webinar yang dapat dijadikan rujukan terpercaya. Misalnya, apabila tema Webinar  mengenai ‘Strategi Bisnis UMKM di Masa Pandemi Covid-19’ selain pembicara, maka diundang pula Kepala Dinas Koperasi dan UMKM terkait untuk memberikan keterangan apabila diperlukan didalam diskusi ataupun untuk melengkapi materi dari pembicara.
    8. Peserta Webinar adalah orang-orang yang mengikuti pelaksanaan Webinar. Peserta Webinar disesuaikan dengan tema yang diangkat. Jika tema-nya mengenai UMKM, maka pesertanya adalah para pelaku usaha UMKM. Jika tema-nya mengenai ‘Kenormalan Baru di Tempat Kerja’, maka pesertanya adalah para pekerja dan kelompok usaha produktif.

Dari segi pesertanya, Webinar dapat dibagi menjadi 2 kategori:

  1. Webinar dengan peserta dipilih (ekslusif). Webinar ini mempunyai kekhasan temanya yang sangat spesifik, misal Webianr mengenai usaha kopi maka peserta dari komunitas penggemar kopi liberika.
  2. Webinar dengan peserta terbuka (inklusif). Apabila tema dalam Webinar bersifat umum seperti tema mengenai ‘Protokol Kesehatan di Masa Kenormalan Baru Pandemi Covid-19’, maka peserta dapat terbuka dengan pembatasan jumlah maksimal (misal pendaftaran peserta ditutup apabila peserta sudah mencapai 200 orang).

Dari segi kewenangan peserta selama mengikuti Webinar, peserta dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu:

  1. Peserta dengan kewenangan penuh. Peserta dengan kategori ini mempunyai kewenangan untuk dapat berkomunikasi interaktif seperti bertanya jawab langsung selama pelaksanaan Webinar. Peserta dengan kategori ini seperti ketua grup atau kelompok dalam komunitas atau peserta yang kritis dan sering mengajukan pertanyaan.
  2. Peserta dengan kewenangan terbatas. Peserta dibatasi hanya mendengarkan saja selama Webinar. Apabila mempunyai pertanyaan, dapat diberikan secara tertulis kepada moderator ataupun disampaikan melalui peserta dengan kewenangan penuh. 

Pengaturan kewenangan peserta diperlukan untuk kelancaran dan efektifitas pelaksanaan Webinar.

Menentukan waktu pelaksanaan Webinar dan Publikasi Pelaksanaannya.

Pelaksanaan Webinar dari segi tema dan kedalaman materi yang diangkat dan waktu pelaksanaan, dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu:

Single Module Webinar.

Webinar mengambil tema yang sifatnya umum dan dapat disampaikan dalam satu waktu kesempatan. Bisa juga dilaksanakan berkali-kali tetapi dengan tema yang tetap. Misal, tema Webinar mengenai ‘Peran Perangkat Desa dan Tokoh Masyarakat didalam Masa Kenormalan Baru Pandemi Covid-19’, merupakan tema yang dalam satu waktu kesempatan selesai dibahas, tetapi bisa diadakan berkali-kali dengan peserta yang berbeda.

Multi Module Webinar atau Webinar Series

Tema yang dipilih akan dikupas lebih komprehensif. Dimulai dari sesi pertama yang sifatnya pengantar dan memberikan gambaran umum kemudian dilanjutkan dengan tema-tema tambahan yang lebih terperinci dengan tetap terkait pada tema utama. Misal:

Series 1, tema utama ‘Strategi Bisnis UMKM di Masa Pandemi Covid-19’,

Series 2, tema tambahan ‘Strategi Beriklan yang Efektif bagi UMKM di Sosial Media’.

Series 3, tema tambahan ‘Penerapan Kenormalan Baru Bagi UMKM  di Dalam Pelayanan Kepada Pelanggan’.

Series 4, tema tambahan ‘Kolaborasi dan Kemitraaan UMKM dengan Para Pihak untuk Pengembangan Usaha’.

Dan series lainnya yang bisa direncanakan sebelumnya atau diperoleh dari masukan peserta selama pelaksanaan Webinar.

Peserta Webinar Series adalah tetap apabila peserta ingin mendapatkan pemahaman isi Webinar secara keseluruhan atau parsial sesuai dengan kebutuhan peserta.

Publikasi Webinar apabila pesertanya ekslusif bisa melalui undangan langsung ataupun pemberitahuan melalui Whatsapp Group yang telah ada berdasarkan komunitas atau media sosial lainnya.

Untuk publikasi Webinar apabila pesertanya inklusif bisa melalui media daring maupun luring.

Sedangkan durasi waktu Webinar bervariasi, yang umum biasanya antara 1 – 3 Jam pelaksanaan.

Pelaksanaan Kegiatan.

Sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, pada hari-H pelaksanaan kegiatan Webinar beberapa hal berikut harus dilaksanakan

  1. Program Director atau Pengarah Acara memastikan dan mengawasi sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan acara Webinar.
  2. Administratur Webinar memastikan:
  3. Ketersediaan Host, Pembicara, Moderator dan Pembahas pada waktu yang telah ditentukan. Memberikan pesan pengingat secara intensif H-3 sampai hari H pelaksanaan Webinar.
  4. Partisipasi peserta yang akan semakin tinggi apabila peserta dikonfirmasi tidak memiliki masalah teknis sambungan pada lokasinya atau pada perangkatnya dan diberikan pesan pengingat sebelum dan pada saat akan dimulai acara secara personal ataupun perkelompok.
  5. Ketersediaan perangkat lunak dan perangkat keras dari pelaksanaan Webinar ini. Perangkat lunak bisa berupa materi presentasi yang akan ditampilkan, kesiapan aplikasi Webinar dan lainnya, sedangkan perangkat keras seperti peralatan pendukung, alat tulis dan hard copy materi, daftar hadir dan biodata peserta dan lainnya (selalu dibuat hardcopy dan softcopy untuk materi, daftar hadir, biodata dan dokumen pendukung lainnya).
  6. Host, Pembicara, Moderator dan Pembahas sudah memahami tugas pokok dan fungsinya.
  7. Pengarah Acara melakukan dry run atau gladi bersih untuk mensimulasikan pelaksanaan acara sesuai dengan urutan dan waktu pelaksanaan acara.

Selamat merancang sebuah webinar!

Dipublikasi di Tips dan Trik, Uncategorized | Tag , , , , | Meninggalkan komentar

‘Berdamai’dengan virus Corona…

Penumpang MRT Jakarta, memakai masker dan jaga jarak. Sumber: Jakarta Globe

Pernyataan Jokowi untuk ‘berdamai’dengan Corona selagi vaksin-nya belum ditemukan mengundang reaksi publik.

Kebanyakan melihat dari sisi negatif, merasa aneh dan seakan memberi kesan ‘lempar handuk’ menyerah ditengah semangatnya masyarakat dunia berperang melawan virus Corona.

Banyaknya problem sosial seperti telatnya penanganan pemerintah diawal pandemik, pengawasan PSBB yang kurang intensif, ketidak mampuan pemerintah memberikan bantuan sosial yang cukup, kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang sering saling lempar dan tidak terkoordinasi dengan baik, menjadi prolog yang membentuk persepsi masyarakat pada lemahnya pemerintah menangani pandemic Covid-19 dan seakan menjadi pembenar ketika Jokowi menyatakan ‘berdamai’ dengan virus Corona.

Sejatinya, mau tidak mau, dan tanpa terasa-pun, kita akan ‘berdamai’dengan sesuatu yang diluar kuasa kita dan terjadi dalam waktu yang lama. Kita akan mengalami fase beradaptasi dengan Corona. Beradaptasi artinya ya ‘Berdamai’!

Kampung Melayu merupakan area di Jakarta yang menjadi langganan banjir. Hujan sedikitpun, baik di hulu (sekitar daerah Puncak) ataupun lokal akan menimbulkan genangan air. Dari segi posisi geografis, padatnya pemukiman dan sistem drainase yang tidak bagus mendukung Kampung Melayu menjadi daerah langganan banjir.

Meski langganan banjir, warga memilih ‘berdamai’ dengan banjir daripada pindah dari kawasan Kampung Melayu. Mereka punya sistem sendiri untuk antisipasi banjir, mempunyai kanal khusus dengan penjaga pintu air Bendungan Katulampa yang akan selalu memberikan informasi terkini mengenai tinggi muka air di hulu sungai, bangunan rumah yang rata-rata bertingkat sebagai tempat pengungsian dan tidak meletakkan barang elektronik dan berharga di lantai bawah sebagai antisipasi jika akhirnya banjir datang.

Mereka berhitung secara sosial ekonomi, banjir toh hanya terjadi paling banyak 30 hari dalam setahunnya, sisa hari yang lain mereka bisa nikmati tanpa banjir. Lokasi Kampung Melayu juga strategis, menjadi kawasan tersendiri dengan fasilitas umum dan sosial yang telah banyak terbentuk, dekat kemana-mana!.

Pada saat kita harus #DiRumahAja, kita juga mengalami beberapa fase, fase euphoria, fase membosankan, fase recovery dan fase adaptasi. Awalnya kita merasa gembira ketika dapat libur extra untuk bekerja dari rumah, tapi lama-lama merasa bosan karena rumah yah hanya segitu-gitu aja, pengin kerja normal lagi dan bertemu dengan teman kantor dan pengin hang out keluar rumah. Ternyata, masa kerja dari rumah gak jelas kapan berakhirnya, akhirnya kita mempunyai kesadaran untuk semangat mengisi hari lagi, mencari kesibukan baru dan apabila juga waktunya semakin lama, kita harus beradaptasi dengan situasi #DiRumahAja.

Apabila sesuatu yang kau senangi tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi. Apabila kita tidak bisa merubah keadaan, maka kita harus belajar mencintai keadaan tersebut!

Dunia terus berubah, tetapi virus Corona ini membuat dunia berubah secara ekstrim. Dan selagi kita tidak tahu kapan pandemic ini berakhir, keadaan mengharuskan kita untuk menerimanya sebagai sesuatu yang wajar. Sebagai sebuah kehidupan normal yang baru!

Seperti halnya warga Kampung Melayu yang sudah menerima banjir sebagai hal yang normal dan mereka telah beradaptasi, kita juga akan beradaptasi dengan dunia baru yang tidak bebas virus Corona.

Akan menjadi kebiasaan baru bagi kita untuk selalu memakai masker, selalu mencuci tangan, memakai sarung tangan, lebih peduli pada kebersihan, membawa sendiri peralatan pribadi seperti misal untuk makan, menjaga jarak dalam bersosialisasi dan ditempat umum dan sebagainya.

Fasilitas sosial, komersial dan umum juga akan menyesuaikan dengan kehidupan normal yang baru ini. Tempat cuci tangan akan lebih banyak tersedia di tempat umum, hand sanitizer atau bilik sterilisasi disediakan dipintu masuk sebelum memasuki fasilitas umum, pemakaian peralatan yang sekali pakai seperti misal tisu pengganti kain lap, sendok garpu sekali pakai, sejadah sekali pakai, jarak kursi tempat duduk yang lebih longgar, pengaturan di transportasi umum dan sebagainya.

Semuanya dilakukan untuk dapat hidup damai berdampingan dengan virus corona!

Bogor, 11 Mei 2020 (Hari ke-54 #DiRumahAja)

Dipublikasi di Sekelebatan | Tag , , | Meninggalkan komentar

Catatan harian di-lockdown!

Wabah Covid-19 adalah sejarah. Sangat sedikit orang yang pernah mengalami hal yang sama dengan wabah ini sebelumnya. Konon antara tahun 1918 – 1920, terjadi wabah flu Spanyol (Spanish Flu Pandemic), kejadian 100 tahun yang lalu, hanya beberapa gelintir saksi sejarah yang masih hidup saat ini.

Tiba-tiba kita gak boleh kemana-mana, harus jaga jarak kalau ketemu orang dan kemana-mana pakai masker. Dan yang bikin kesal, musuh yang kita hadapi berukuran nano, tak kasat mata, sehingga kadang kita gak yakin, bener ada gak nih virusnya? Dan orang seakan abai, menganggap Corona hanya isapan jempol, atau hanya menyerang orang tertentu, atau hanya di negara tertentu dan kita aman-aman saja.

Awalnya, saya masa bodoh, peduli amat dan emang gue pikirin dengan Corona ini, paling kayak waktu flu burung, SARS ataupun MERS, hanya menyerang daerah tertentu saja, entar lagi juga hilang. Baca berita kalo Wuhan di-lockdown tanggal 23 Januari 2020, biasa-biasa aja. Ada banyak berita bertebaran di Medsos mengenai kondisi Wuhan, dengan bumbu-bumbu hiperbola, dengan banyak video dan berita heboh, dan seperti kebiasaan saya, video kalo saya dapat dari medsos kebanyakan gak saya buka, berita heboh juga saya anggap biasa saja, tradisi medsos yang suka melebih-lebihkan. 

Tapi kemudian semua berubah, akhirnya masuk ke Indonesia juga. Pun juga saya tidak terlalu hirau, ah biasa berita sesaat, ikut trend yang ada di China, paling juga hilang sendiri. Nah, pertengahan Maret 2020 saya yang jadwal harusnya kembali bertugas ke lapangan di Jambi, tiba-tiba gak boleh kembali kerja karena alasan Corona.

Dan sekarang sudah masuk bulan ke-2, whattt, ini gak main-main, mulai dalam diri ada pergolakan jiwa, perubahan mindset, nilai pembelajaran dari #DiRumahAja yang terbentuk dari wabah Corona ini dari kronologis mulainya pandemic:

Fase Euphoria:

Tanpa konfirmasi sebelumnya, tiket saya untuk kembali kerja sudah diubah, ditambah 2 minggu dengan alasan Covid-19. Harusnya 19 Maret 2020 sudah kembali ke lapangan, tapi tanggal 18 Maret diinfokan kalau tiket di-reschedule ke awal April 2020.

Terus terang, begitu disuruh gak masuk kerja, gak usah kembali kerja, rasanya girang banget. Yah, kalau mau diandaikan, seperti anak sekolah disuruh pulang cepat karena gak ada gurunya! Kita seolah dapat bonus liburan, wah asyik nih, bisa begini bisa begitu.

Kebijakan pemerintah masih longgar, hanya Pemprov DKI aja yang heboh, nutup tempat wisata dan meliburkan sekolah, berlanjut ke tempat ibadah. Pemprov DKI awalnya dicibir, termasuk saya yang melihatnya sebagai over reaktif, tapi kemudian kita melihat bahwa kebijakan DKI banyak diikuti oleh pemerintah pusat.

Selama ini, saya 2 minggu kerja di lapangan, kemudian 1 minggu jatah libur. Jauh lebih lama ketemuan dengan rekan kerja daripada istri di rumah. Asyikkkk, dapat tambahan liburan! Bayangan kita waktu itu paling lama dua minggu-lah, pas buat nambahin waktu kangen suasana rumah!

Fase Krisis dan Bosan Melanda:

Fase Euphoria gak lama. Telpon ke kantor konfirmasi mau kembali ke lapangan. Beritanya bikin shock, gak boleh kembali kerja untuk semantara waktu! Saya tanya, sampai kapan? Jawabannya gak jelas.

Mulailah bingung dan melihat ketidak pastian. Hadeh, mau ngapain selama dirumah. Bosan mulai melanda, merasa tidak produktif dan mulai mati gaya. Apalagi berita tambah serem-serem! Walaupun tinggal dirumah, kita gak boleh bebas-bebas amat, lebih mirip penjara rumah malah.

Keseringan dengerin berita update korban Covid-19, jadi lebih parno. Mulai stok sembako dan mulai pesan masker dan desinfektan yang harganya tinggi gak masuk akal. Oh ya, beli sarung tangan juga, ada yang plastic dan latex, harganya masih normal. Saran saya, bagi pembaca yang belum beli sarung tangan cepetan beli ya, harga murah tapi manfaat jelas.

Pada fase krisis ini kebanyakan do nothing, ngerjain kerjaan rumah rasanya udah semua. Baca buku sudah bosen (ternyata banyak buku yang selama ini saya beli saja tapi tidak dibaca!, hehehe). Setiap bangun pagi, mikir, nih sampai kapan? Sementara, bukannya semakin longgar, Pemerintah dan Daerah malah semakin ketat bikin aturan. Kalau awalnya DKI aja yang ketat, daerah seputaran DKI juga memperketat aturan. Bosan sudah diubun-ubun, apa gunanya punya banyak waktu kalau hanya dirumah!

Fase Recovery:

Menunggu sesuatu yang tak tahu pasti kapan berakhir, sementara kita mempunyai banyak waktu dirumah, kita merasa useless dan tidak produktif. Mulai timbul kesadaran, wah ini harus berbuat sesuatu!

Mulai buka tips-tips mengisi waktu lockdown! Mulai meninggalkan acara TV jam setengah empat sore, saat Jubir Gugus Tugas menyampaikan update jumlah korban terkini yang malah bikin stres.

Rasanya kok kompakan seluruh dunia ya, banyak medsos dan TV menampilkan acara beragam aktifitas yang bisa dikerjakan selama dirumah dari berbagai negara. Banyak tips dan motivasi untuk meneguhkan sikap kita agar bertahan. Webinar untuk mengisi waktu luang juga bermunculan. Salah satu motivasi, Isaac Newton menemukan teori gravitasi, teori kalkulus dan serangkaian postulat mengenai optik justru waktu lockdown. Wah kalo ngebandingin dengan Isaac Newton kok kejauhan ya, hahaha.

Saya mulai menyusun agenda yang agak jangka panjang. Salah satunya nanam sayuran, tanaman yang dalam waktu mingguan sudah bisa dipanen. Bersihkan tempat usaha ikan yang terbengkalai, sambil merencanakan untuk mencoba usaha baru di lahan yang sama. Menulis, keinginan yang hilang timbul yang harus sering ditimbulkan nih dimasa lockdown. Kontak-kontak teman untuk peluang kerjasama.

Waktu ke toko pertanian untuk beli bibit dan aneka saprotan (sarana produksi pertanian), ternyata banyak wajah-wajah gagap bertani yang juga beli barang yang sama, hhhmmm, sepertinya juga baru bangkit dari tidur, dan ingin membuat waktunya produktif.

Saya merasa, saat ini saya berada pada posisi recovery. Posisi memulai kegiatan produktif sambil jaga-jaga kalo pandemik ini lebih lama dari perkiraan. Apabila sesuatu yang kau senangi tidak terjadi maka senangilah apa yang terjadi!

Harapannya, kegiatan produktif ini juga menjadi ladang usaha baru kalau sudah pensiun.

Fase Adaptasi (?):

Dalam setiap masa, di sektor usaha atau bisnis, pasti ada yang posisinya lagi jaya-jayanya tapi ada juga yang bener-bener lagi dibawah. Wabah Covid-19 ini membawa analisa bisnis jungkir balik.

Pola pikir seakan dipaksa berubah mengikuti gaya hidup yang harus beradaptasi dengan kenyataan.

Millennial yang banyak membawa trend pasar, juga harus beradaptasi. Yang biasanya ngumpul di kafe, tiba-tiba kafe harus tutup, tempat wisata yang biasanya rame, sekarang jadi sepi dan banyak membawa pengaruh pada rentetan usaha pendukung lainnya.

Sementara alat kebersihan dan kesehatan kosong di rak-rak toko, kalo stok ada, pembelian dibatasi dan dengan harga yang mahal. Antis, antiseptic cair yang biasanya mudah didapat di toko-toko, hilang dari pasaran bersamaan dengan merk desinfektan lainnya. Alat pengukur suhu, masker dan sarung tangan juga melejit.

Untuk sementara waktu, masyarakat hanya mengutamakan kebutuhan dibandingkan dengan keinginan. Kebutuhan pokok harus tersedia, seperti beras, telur, minyak, buah-buahan dan nutrisi tambahan, sedangkan keinginan sekunder ditunda dulu. Pembeli inginnya diantar, tidak datang ke toko.

Video conference harus dibiasakan. Kesadaran masyarakat untuk lebih sering cuci tangan akan meningkat. Dan memakai masker nantinya akan menjadi kebiasaan baru yang semakin banyak follower-nya. Di negara maju, di bandara atau pusat pertokoan sudah banyak orang yang memakai masker meski tidak sedang pandemic Covid-19, karena mereka sadar ada banyak penyakit yang ditimbulkan dari interaksi banyak orang sejenis Covid-19 seperti pneumonia, ISPA, TBC dan meningitis.

Ada banyak teropong dari para ahli kapan kehidupan normal akan kembali. Yang sudah ditetapkan, tidak ada penerbangan local dan juga transportasi lokal selama bulan Mei 2020 ini. Sangat beresiko jika pemerintah membiarkan lalulintas interaksi jutaan orang di masa mudik setelah lebaran ini. Artinya, bulan Mei 2020 ini, sudah pasti kita masih #DiRumahAja. Bulan Juni 2020 kok rasanya masih fifty-fifty ya, banyak analisis mengatakan Mei akan menjadi puncak pandemik di Indonesia dan Juni mulai menurun. Kalopun mulai menurun, kewaspadaan masih harus tinggi, bahaya serangan gelombang kedua dan lainnya. Kok rasanya paling cepat Juni – Juli 2020 baru mulai dilonggarkan. Analisa moderat, mengenai fase-fase ini, katanya kita benar-benar bebas di Maret 2021.

Alamak, lama nian!!!

Mau gak mau kita harus beradaptasi, dan usaha harus bertransformasi sesuai keadaan. Hhhmmmm, saya mau nulis apa ya, hehehehe. Ada banyak pemikiran berkecamuk di otak, bahwa kedepan tantangan akan semakin besar, ada modifikasi cara menjalankan usaha yang harus diubah, tingkah laku pasar yang juga berbeda dan menemukan apa yang dibutuhkan oleh mereka dan itu semua harus kita jalani. Tidak mudah, tapi intinya: Adapt or die!

Bogor, 1 Mei 2020 (Hari ke-44 #DiRumahAja)

Dipublikasi di Opini | Tag , , , | Meninggalkan komentar

Doomsday Preppers

Pernah lihat acara Doomsday Preppers di TV Kabel National Geographic? Acaranya sekitar tahun 2011-an, waktu itu memang lagi kencang isu kiamat tanggal 21 Desember 2012, sampe dibuat film-nya berjudul ‘2012’, yang memprediksi akan ada kejadian besar pada tahun 2012.

Harfiahnya, ‘Doomsday Preppers’ berarti ‘Orang-orang yang Mempersiapkan Menghadapi Hari Kiamat’. Hari kiamat disini agak hiperbola sih, ya maksudnya kejadian yang luar biasa seperti bencana alam, kekacauan social seperti perang dan huru-hara, fasilitas umum yang tiba-tiba terhenti dan tidak berfungsi seperti listrik dan lain-lain, bom nuklir, senjata biologi dan bahkan wabah penyakit (pandemic).

Para ‘preppers’ ini sudah mempersiapkan fasilitas dan kelengkapannya sehingga mereka dapat bertahan hidup ketika ‘kiamat’itu terjadi.

Misalnya nih, tanpa diduga, terjadi huru-hara dengan sentimen kesukuan disuatu daerah ‘Antah’ . Suku Alfa yang minoritas diburu oleh suku Bravo yang merasa menjadi leluhur di daerah Antah.

Sebelumnya suku Alfa dan Bravo hidup damai berdampingan, saling membaur di daerah Antah. Dan daerah Antah-pun juga termasuk daerah yang maju, banyak mengundang iri daerah lain karena kemajuannya. Dalam sejarahnya, orang-orang suku Alfa termasuk pendatang di daerah Antah, mungkin karena pendatang, mereka mempunyai semangat yang lebih untuk bertahan di daerah Antah. Orang-orang Alfa terkenal ulet, pekerja keras, mau bekerja apa saja, sehingga kehidupan orang-orang suku Alfa lebih makmur daripada suku B yang sudah lebih dahulu menempati daerah Antah.

Sudah banyak orang-orang suku Alfa yang nikah dengan suku Bravo, mereka sudah sangat membaur satu sama lain.

Dan tiba-tiba semua berubah dalam sekejap, ada isu kesukuan, ditambah dengan adanya kesenjangan dan adanya provokator yang memanas-manasi. Tiba-tiba daerah Antah yang aman damai menjadi bergejolak dan panas. Orang-orang suku Alfa dipandang jadi biang masalah dan mereka diburu untuk dihabisi. Orang-orang suku Bravo gelap mata, sudah tidak melihat lagi siapa yang benar siapa yang salah, pokoknya yang masih berbau suku Alfa harus dihakimi, mati!

Bayangkan ‘kiamat’ yang terjadi jika anda salah seorang dari suku Alfa. Kemana harus lari dan bertahan hidup, semua sudah terkepung dan seakan kematian sudah di depan mata.

Nah, para ‘dooms prepper’ itu sudah memikirkan kemungkinan kiamat’-kiamat’ seperti itu, dan bagaimana harus mengantisipasinya.

Mereka membangun bangunan bawah tanah (bunker/shelter) yang tidak diketahui oleh orang, bangunan yang tahan gempa, bom nuklir atau radiasi, menyiapkan tenaga listrik yang mandiri, merancang sirkulasi udara yang baik, alat komunikasi ke luar yang independen dan persediaan makanan yang memadai. Menyimpan Obat-obatan dalam jumlah cukup. Merancang pasokan air yang bisa diandalkan. Menyiapkan persenjataan. Bahkan juga harus ada bibit tanaman dan ternak hewan konsumsi apabila  krisisnya diperkirakan lama.

Seberapa kekuatan bangunan, berapa macam persediaan yang harus ada, fasilitas apa yang harus disiapkan ditentukan oleh perkiraan waktu minimal harus bertahan hingga keadaan normal dan jenis ‘kiamat’apa yang mungkin terjadi sangat menentukan desain shelter, persediaan atau perlengkapan apa yang harus dipersiapkan.

Dan dalam kehidupan modern, sudah sering kali terjadi chaos sosial dengan alasan kesukuan, agama dan politik. Di Indonesia pernah terjadi di Sampit – Kalimantan Tengah, Poso dan Ambon. Di belahan negara lain ada kekerasan pemusnahan ras (ethnic cleansing) Bosnia – Serbia, huru-hara politik di Libya, perang dengan latar belakang politik – agama di Suriah dan lainnya. Bencana alam dalam skala besar juga kerap terjadi, gempa bumi besar tahun 2010 di Haiti, ada tsunami di Indonesia pada tahun 2004 dan di Jepang pada tahun 2011, erupsi gunung di Indonesia dibeberapa gunung berapi. Kemudian ancaman politik dan peperangan karena masih adanya negara yang memiliki nuklir. Ketimpangan ekonomi yang semakin tidak merata dan dominasi ekonomi pada satu negara. Belum lagi akibat isu lingkungan, kebakaran hutan, banjir dan pemanasan global. Dan yang paling tidak kita sangka dan menyadarkan kita semua akan rapuhnya dunia ini, adanya wabah Covid-19 sekarang ini!

Dilihat dari banyaknya ancaman ‘kiamat’ itu, kita sekarang melihat, bahwa apa yang dilakukan oleh ‘Doomsday Preppers’ itu adalah benar dan perlu dilakukan oleh setiap orang dengan skala yang berbeda-beda.

Untuk contoh kecil saja, ketika tiba-tiba pandemik Covid-19, kertas toilet menjadi barang langka di Eropa. Di Indonesia, rumah tangga yang biasanya jarang beli masker lalu harus membeli masker sehingga membuat masker langka di pasaran. Produk antiseptic, sarung tangan dan alat perlindungan diri yang sebelumnya tidakpernah dimasukkan dalam daftar kebutuhan, tiba-tiba melonjak naik peringkat menjadi kebutuhan yang harus dibeli.

Membuat shelter perlindungan bawah tanah mungkin terlalu mahal biayanya bagi sebagian besar warga dunia, tetapi perlu kesadaran kolektif bahwa kenyamanan dunia ini adalah sementara, banyak ancaman yang bisa meluluhlantakkan keindahan dunia dalam sekejap.

Badan dunia PBB sudah banyak menginisiasi gerakan yang bersifat mengamankan kehidupan manusia apabila ‘kiamat’terjadi dan juga mencegahnya. Ada banyak gerakan yang bersifat preventif seperti isu pemanasan global, pengurangan persenjataan nuklir, pelarangan pemakaian senjata biologi dan juga gerakan penanganan wabah seperti Covid-19 sekarang ini. Bahkan PBB telah membuat Kubah Kiamat, yang menampung jutaan benih dari seluruh dunia untuk mengantisipasi kehancuran dunia, sehingga generasi mendatang masih bisa mendapatkan bibit tanaman untuk memulai kehidupan baru.

Gambar: The Svalbard Global Seed Vault yang berada diantara Norwegia – Kutub Utara, menyimpan jutaan benih dari seluruh dunia dalam suatu gedung yang dirancang tahan guncangan ekstrim.

Negara kaya seperti Amerika malah telah mencari bagaimana membuat kehidupan baru diluar planet bumi, bila ternyata bumi sudah berakhir dan tidak nyaman lagi dihuni. Amerika juga banyak mempelajari batu mineral planet lain untuk kemungkinan pemanfaatannya di bumi. Mungkin, walau baru sebatas film, siapa tahu dia sudah merencanakan ‘kapal nabi Nuh’ untuk mengungsi ke planet lain bila kiamat terjadi, seperti yang ada di film, sangat mungkin, negara kaya gitu lho!

Kalo kita gak mampu membikin shelter dengan biaya mahal, minimal kita mempunyai ‘mindset’ mengantisipasi atas hal-hal yang mungkin terjadi dan membuat kita terpaksa keluar dari zona nyaman. Istilahnya sedia payung sebelum hujan. Dalam kondisi terburuk, saat terjadi bencana, pemerintahan kolaps, orang sekitar kita juga tidak akan peduli karena menyelamatkan dirinya masing-masing, karena itulah kita harus mempersiapkannya, you are on your own!

Orang tua mengajarkan ‘pamali sampai kehabisan beras’, artinya jangan sampai kebutuhan dasar kita terputus dan harus mengantisipasinya jangan sampai kehabisan, belilah beras sebelum beras itu habis.

Menyediakan lampu emergency atau genset dirumah, selalu ada air cadangan antisipasi air mati, menyimpan barang berharga atau surat-surat dalam satu tas yang siap bawa bila terjadi kebakaran atau menyimpanya di Safe Deposit Box, handphone yang selalu terisi baterenya atau mempunyai batere cadangan, selalu ada senter apabila kita tidur, ada juga Every Day Carry (EDC, meminjam istilah Doomsday Preppers) barang bawaan sehari-hari seperti senter, pisau lipat, korek api, telpon, peluit dan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan harus tersedia di tas kita, selalu membuat cadangan dokumen dalam bentuk softcopy dan lain sebagainya.

Dengan pandemik Covid-19, memberikan daftar bawaan kita yang harus dibawa setiap saat, ada antiseptik, sabun cair, masker dan sarung tangan. Banyak musuh yang tak terlihat dan berada ditengah-tengah kita. Kita juga tahu bahwa penyebaran penyakit yang melalui droplet (dan dalam kondisi tertentu airborne) bukan hanya Covid-19, tetapi juga ada Meningitis, Tubercolosis, Influenza dan infeksi saluran pernafasan. Banyak orang yang kelihatannya sehat-sehat saja tetapi dia ternyata adalah pembawa dan penyebar virus, untuk itu berhati-hatilah.

Bukankah Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh untuk mempersiapkan perahu untuk mengantisipasi adanya banjir besar yang akan datang? Meski bisa saja Allah SWT menyelamatkan Nabi Nuh dan kaumnya begitu saja, tetapi Allah SWT ingin melihat usaha Nabi Nuh dan kaumnya atas ketentuan takdir-Nya.

Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk menghentakkan tongkatnya ke tanah agar lautan terbelah dan menjadi jalan keselamatan bagi Nabi dan kaumnya dari kejaran pasukan Firaun. Padahal apalah artinya hentakan tongkat nabi Musa, tetapi Allah ingin ada usaha untuk mendahului sebuah takdir.

Allah SWT juga memerintahkan Bunda Maryam yang mengandung Nabi Isa waktu itu untuk menggoyangkan pohon kurma agar buah kurma jatuh dan dijadikan makanan agar tidak kelaparan. Padahal, seberapalah kekuatan tangan seorang ibu hamil yang membuat buah kurma jatuh dari pohonnya, karena Allah SWT ingin melihat usaha Bunda Maryam!

——–

Berikut trailer film ‘Doomsday Preppers’ yang waktu itu temanya tentang wabah penyakit. Bercerita tentang keluarga yang telah mempersiapkan pandemic Influenza apabila terjadi. Film ini dibuat 8 tahun yang lalu, dan sekarang sangat relevan…

Dipublikasi di Sekelebatan | Tag , , | Meninggalkan komentar

Menghadapi pandemik Covid-19 dari segi agama…

Hiruk pikuk pandemik Covid-19 yang melanda seluruh belahan dunia membuka banyak perbincangan. Diakui, pandemik sekarang memang skalanya besar, hampir semua negara terkena, dan di Indonesia, semua daerah kota dan kabupaten sudah ada penderita Covid-19. Dalam skala kecil, mengingat kembali, pernah ada wabah flu burung, SARS dan MERS, tetapi gak seheboh sekarang. Pada waktu flu burung kita hanya sering lihat di TV banyaknya pemusnahan unggas di peternakan-peternakan, dan hanya sebagian kecil daerah saja.

Tetapi Covid-19, semua kena, dari segala lapisan masyarakat, dan berita tentang korban meninggal setiap detik menghiasi medsos dan televisi sehingga kita menjadi waspada.

Dengan pandemik Covid-19 kita kemudian mengenal banyak istilah dan kebiasaan baru, mulai dari himbauan sering cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker, pola hidup bersih dan sehat, berjemur pada siang hari dan istilah-istilah baru seperti social distancing (physical distancing) dan tentunya yang paling heboh yaitu lockdown atau karantina wilayah.

Himbauan seperti sering cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, sebenarnya sudah sering terdengar. Iklan sabun cuci tangan atau disinfektan pasti digambarkan banyaknya virus dan kuman yang tersingkir setelah disabun. Digambarkan juga bahwa virus dan kuman banyak disekitar kita, untuk itu sering-seringlah cuci tangan. Mungkin dulu kita tidak terlalu hirau pada isi iklan tersebut, tetapi dengan pandemik Covid-19, iklan itu seakan berkata ‘bener kan yang saya bilangin!’dan membuat kita lebih menuruti pesan yang disampaikan karena apabila tidak, ancaman ada di depan mata ‘Virus Covid-19’.   

Dari segi agama Islam, saya merasakan aktualisasi dari banyak tuntunan ajarannya. Sama seperti fenomena iklan sabun, beberapa tuntunan agama Islam menjadi terlihat ‘manfaatnya’ sehingga kita jadi tahu ‘filosofinya’ kenapa ajaran itu harus dilaksanakan.

Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir

Islam mengajarkan agar kita selalu dalam keadaan suci dari Hadas. Hadas, yaitu keadaan diri pada seorang muslim yang menyebabkan ia tidak suci, dan tidak sah untuk mengerjakan sholat. –Najis, menurut bahasa berarti kotor, tidak bersih atau tidak suci. Sedangkan menurut istilah adalah kotoran yang seorang muslim wajib membersihkan diri dan mencuci apa-apa yang terkena najis.

Bab mengenai bersuci (thaharah) termasuk yang diajarkan pertama kali dalam pengetahuan agama Islam, sejak kecil dari SD ataupun non formal melalui madrasah sore. Bab-nya agak panjang, najis dibagi beberapa kategori, tiap kategori juga beda-beda cara mensucikannya. Air, yang merupakan alat pensuci, juga banyak kategorinya dan digolongkan mana yang bersifat menyucikan mana yang tidak. Syarat air bersifat mensucikan juga ada ‘Term and Condition’-nya. Bagaimana apabila tidak ada air? Ada penggantinya, tetapi ‘syarat dan ketentuan’akan berlaku. Cerita mengenai ‘bersuci’akan panjang, dan diajarkan tidak cukup dalam satu kali pertemuan.

Dalam sehari, muslim harus menjalankan shalat lima waktu. Dan apabila kita akan shalat, kita harus suci dari hadas kecil. Menghilangkan hadas kecil dengan berwudhu. Rangkaian dari wudhu yang membersihkan anggota tubuh adalah: mencuci tangan, berkumur-kumur, membersihkan telinga dan hidung, membersihkan muka dan membersihkan kaki.

Air yang digunakan syaratnya suci dan mengalir! Selain itu, ritual wudhu harus tertib sesuai urutan. Cuci tangan harus dilakukan lebih dahulu daripada yang lain, dan seterusnya. Klop banget kan dengan himbauan yang ada sekarang. Sebelum melangkah ke yang lain, cuci tangan dulu, baru membersihkan yang lain.

Selain harus berwudhu, untuk menjalankan shalat, pakaian yang dikenakan dan juga badan kita harus dalam keadaan suci dan bersih. Kita harus menjaga kesucian pakaian kita, sehingga apabila kita kencing misalnya, kita harus membersihkan kemaluan kita agar bersih dan juga tidak mengotori pakaian yang kita kenakan.

Bayangkan, muslim harus 5 kali menjalankan shalat, dan kita dianjurkan untuk menjaga kesucian kita dengan selalu berwudhu walaupun kita mau tidur. Berarti muslim sebagian besar waktunya harus dalam keadaan suci dari kotoran.

 Pola Hidup Bersih dan Sehat

Yang digaungkan juga saat Covid-19 ini merebak adalah Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Mencuci tangan termasuk bagian dari PHBS. Pola Hidup artinya gaya hidup, kebiasaan, artinya kegiatan yang ada dalam PHBS bukan hanya dilakukan sekali-kali saja, tetapi sudah merupakan gaya hidup yang melekat yang dilaksanakan secara terus menerus.

Apa saja kebiasaan bersih dan sehat yang harus dijadikan pola hidup? Diantaranya adalah mencuci tangan dengan sabun, kebersihan toilet, kebersihan lingkungan, kebersihan diri dengan mandi dan kebersihan gigi & mulut, tidak merokok, olahraga teratu dan menerapkan pola makan yang sehat.

Semua kegiatan dalam PHBS itu sangat dianjurkan oleh Islam lengkap dengan dalil-dalilnya. Islam juga menganjurkan bahwa aktifitas bersih dan sehat harus dijadikan sebagai pola hidup (lifestyle) atau kebiasaan.

Dalam Islam ‘Kesucian adalah sebagian dari Iman!’, dan kebersihan adalah salah satu bagian untuk memperoleh kesucian. Iman artinya pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk. Seorang muslim harus menerima dan tunduk pada apa yang diperintahkan oleh yang Maha Kuasa termasuk menjaga kebersihan ini. Konsekwensinya adalah, apabila kita tidak melaksanakan berarti kita mengingkari ‘pengakuan’ kita sendiri dan sudah keluar dari Islam.

Jika lifestyle atau gaya hidup memberikan pilihan atau opsional maka untuk ‘keimanan’ kita harus patuh pada ‘aturan’ yang telah kita imani. Artinya, kebersihan dalam islam sifatnya keharusan bukan lagi pilihan!

Social atau Physical Distancing

Ini yang paling banyak digaungkan selama pandemik Covid-19. Awalnya World Health Organization memperkenalkan sebagai metode Social Distancing tetapi berubah menjadi Physical Distancing. Intinya sama, menjaga jarak, tetapi Social Distancing mempunyai pengertian terlalu ekslusif yang memberi kesan kehidupan social juga dibatasi dan memberi kesan psikologis ‘yang membebani’.

Dalam sejarah peradaban dunia, ternyata penyebaran penyakit menular dalam skala besar (pandemik) bukan yang pertama terjadi. Dan khazanah peradaban muslim, bahkan pada waktu jaman Rasulullah sendiri, mencatat banyak kebijakan yang diambil pada masa tersebut yang sekarang menjadi aktual untuk diterapkan.

Ada beberapa perkataan Rasulullah (hadits) yang secara kontekstual bermakna ‘menjaga jarak’ untuk menghndari penularan penyakit: “Hindarilah orang yang terkena lepra seperti halnya kalian menghindari seekor singa.” (HR Bukhari). Ada juga hadits yang lain “Janganlah orang yang sakit itu didekatkan dengan orang yang sehat.” 

Hadits-hadits tersebut secara eksplisit menerangkan agar kita menjaga jarak terhadap orang yang mengidap penyakit yang kemungkinanya akan menularkan kepada yang lain.

Dalam Islam sangat dianjurkan untuk shalat berjamaah di Masjid. Dan pada waktu shalat berjamaah tentunya akan berkumpul ratusan bahkan ribuan orang dalam satu masjid, yang akan membuat penularan penyakit akan semakin mudah disaat pandemik seperti sekarang.

Walaupun menjadi anjuran yang sangat kuat untuk shalat berjamaah di Masjid, tetapi Islam membolehkan shalat dirumah ketika shalat berjamaah di masjid membawa resiko tinggi untuk dilakukan.

Dalam sebuah hadits pernah diriwayatkan: ‘Di suatu malam yang dingin, Ibnu ‘Umar mengumandangkan adzan ketika hendak sholat di Dajnan dan mengatakan Shalu fi rihaalikum (sholatlah di rumahmu). Dia mengatakan, Rasulullah SAW pernah menyuruh muadzin mengumandangkan Shalu fi rihaalikum (sholatlah di rumahmu) saat adzan di malam yang hujan atau sangat dingin dalam perjalanan.’ (HR Bukhari).

Karantina Wilayah atau Lockdown

Suatu hadits atau firman Al Quran biasanya menjadi viral bila hadits tersebut dipakai menjadi dasar suatu kebijakan atau peristiwa itu sesuai dengan sebab terjadinya hadits atau firman tersebut diturunkan. Banyak hadits yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya, tetapi ketika ada peristiwa yang berkenaan dengan hadits tersebut, kita menjadi tahu.

Demikian juga ketika hadits tentang lockdown tiba-tiba berseliweran di timeline medsos. Saya termasuk orang yang ‘gak percaya begitu saja’ ketika hadits itu muncul. Maklum jaman hoax, kadang dicari-cari dan dicocokologi gitu. Tapi hadits tentang lockdown benar-benar membuat saya terpesona pada ajaran Islam, keren nih hadits, isinya benar-benar tidak perlu dijelaskan lagi karena eksplisit artinya mengenai lockdown bila terjadi wabah penyakit:

Hadits tersebut adalah:

Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Sosiolog Nasrani dari Rice University, Houston, Texas Dr Craig Considine, memberikan penjabaran yang mengungkapkan pendekatan yang sangat rasional dari ajaran Islam terhadap penanganan suatu wabah penyakit, yang dimuat dalam majalah Newsweek edisi 17 Maret 2020.  

Banyak orang yang kadang terlalu meremehkan pandemik Covid-19 ini dan berlindung dengan kata-kata ‘Saya percaya kepada Allah, kalo memang sakit ya sakit!’, yang kelihatannya ‘beriman’ banget dan mengabaikan usaha.

Craig Considine sangat tidak setuju dengan pendapat tersebut, dan bahkan Nabi Muhammad sendiri-pun tidak akan berpikir seperti itu. Diceritakan bahwa suatu hari Nabi Muhammad bertanya kepada orang Badui yang waktu itu meninggalkan kendaraan Onta-nya tanpa menambatkannya. Rasulullah bertanya “Mengapa kamu tidak menambatkan Onta-mu sementara kamu meninggalkannya?”, dan orang Badui itupun menjawab “Saya percaya dan tawakal kepada Allah!”, maka Rasulullah-pun berkata “Tambatkan dulu Onta-mu baru kamu kemudian bertawakkal kepada Allah!”. Itulah ajaran Rasulullah, berusaha dahulu baru kemudian kita bertawakkal.

Dalam artikelnya yang berjudul: Can the Power of Prayer Alone Stop a Pandemic Like the Corona Virus? Even the Prophet Muhammad Thought Otherwise Opinion (Apakah dengan Kekuatan Doa Saja Dapat Menghentikan Pandemik Corona Virus?, Bahkan Nabi Muhammad-pun Tidak Akan Berpikir Demikian), banyak memberikan gambaran bahwa ajaran Islam yang telah ada 14 abad silam banyak memberikan solusi terhadap penanganan pandemik penyakit.

Dipublikasi di Renungan | Tag , , , | Meninggalkan komentar

Covid-19 itu menyeramkan…

Kalau saya menulis dua pekan yang lalu, mungkin tidak akan berjudul seperti itu. Saya masih menganggap remeh Covid-19 (Singkatan: Corona Virus Diseases – 2019) dan apa yang ditakutkan oleh banyak orang, menurut saya kala itu sangatlah berlebihan.

Kantor tempat saya bekerja, termasuk yang sangat ketat untuk membentengi dari Covid-19 agar tidak masuk ke dalam lingkungan perusahaan. Jauh sebelum pemerintah Indonesia mulai bersikap waspada terhadap Covid-19, kantor saya sudah melakukannya.

Sebelum penderita pertama yang terinfeksi di Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020, perusahaan saya sudah mengambil sikap berperang total dengan Covid-19. Awal Februari, ketika ada rombongan pegawai kita yang ke Tiongkok, waktu kembali ke Jakarta harus di karantina dulu selama 14 hari. Mereka semuanya sehat, tetapi protokolnya harus dikarantina 14 hari. Mereka semuanya harus mengisolasi mandiri dirumahnya selama 14 hari. Saya bergumam ‘Lebay bener nih kantor!’. Kemudian, belakangan saya tahu bahwa 14 hari karantina adalah standar WHO, dan teman-temanku yang dikarantina karena mereka termasuk ODP (Orang Dalam Pemantauan) yang sekarang kita dikenal.

Sederet ke-lebay-an kantor yang lain, dilarang ngumpul-ngumpul lebih dari 5 orang, memakai masker, diukur suhunya waktu masuk ruangan, menyediakan banyak hand sanitizer dan tidak boleh memesan makanan dari luar. Di-lapangan yang nun jauh dipelosok, gak kalah lebay-nya, makanan yang biasanya disajikan prasmanan diberikan dalam nasi kotak agar kita makan sendiri di kamar dan tidak ngumpul untuk makan bersama, ada evacuation drill penanganan pasien Covid-19 dan juga disediakan ruangan isolasi bagi penderita Covid-19.

Dan paling parah, suatu hari di kantor Jakarta, ketika dilakukan pemerikasaan suhu waktu siang (diperiksa suhu 2 kali dalam sehari) ada karyawan yang panasnya 37 koma sekian, manajemen panik, karyawan dipulangkan lebih awal, ruangan di disinfektan dan hari berikutnya, jadwal kerja langsung diubah, sebagian Work From Home dan hanya jumlah terbatas yang masuk kantor. Semua kebijakan dari kantor untuk mencegah Covid-19 ini, mendahului kebijakan pemerintah. Waktu itu saya bergumam ‘Wah ini sama aja memakai meriam untuk membunuh lalat!’.

Dalam perkembangannya, banyak negara yang semakin panik, karena ternyata Covid-19 gak main-main. Walaupun terlambat, harus diakui China termasuk cepat merespon Covid-19 ini dengan langkah drastis, kota Wuhan di-lockdown pada tanggal 23 Januari 2020. China awalnya juga gagap, Desember 2019 sudah ada Dokter China yang melempar isu Covid-19 ini, alih-alih mendapatkan respon positif, dokter tersebut malah mendapatkan perlakuan represif dari pemerintah China. Bulan Maret, barulah banyak negara melakukan tindakan serupa China, kota-kota besar banyak di-lockdown, perang terhadap Covid-19 semakin brutal, menandakan bahwa virus ini bukan musuh semabrangan!

Virus Covid-19 menyerang system pernafasan, sama halnya seperti SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Middle East Respiratory System). Tidak seperti TBC (Tuber Colosis) penyakit pernafasan yang banyak kita kenal yang sakitnya menahun (kronis), SARS, MERS dan Covid-19 sifatnya akut, virusnya cepat menyerang, dan bagi tubuh yang lemah, tiba-tiba penyakitnya sudah parah (akut), susah ditanggulangi.

Mungkin orang harus mengalami dulu ya, agar kita waspada terhadap sesuatu hal. Dengan banyaknya berita di medsos kita banyak tahu pengalaman orang lain di negara lain tanpa harus mengalaminya.

Saya jadi ingat mendiang Ibu yang wafat enam tahun silam. Ibu masuk ke Rumah Sakit karena stroke ringan, dan dalam beberapa hari sudah pulih. Karena sudah berusia lanjut, yang rentan pada serangan virus karena kekebalan tubuhnya yang sudah menurun, Ibu meninggal karena penyakit paru-paru (pneumonia).

Dan berita jeleknya, penyakit paru-paru yang diderita Ibu itu terinfeksi ketika dirumah sakit. Istilahnya infeksi nosocomial, infeksi yang didapat dari serangan virus, bakteri atau jamur ketika dirumah sakit. Sejak terinfeksi, kondisi ibu jauh menurun secara drastis dari hari kehari. Pada saat perawatannya, penanganannya juga ketat, karena baik Ibu dan kita semua yang berada disekitarnya rentan saling menulari. Saat berada dekat dengan Ibu, kita harus memakai masker, memakai jaket dokter dan tangan harus di-hand sanitizer. Kunjungan dari luar juga sangat dibatasi, dan protokolnya juga sama, pakai masker, jaket khusus dan di-hand sanitizer.

Dan terakhir, Ibu harus berada di ICU (Intensive Care Unit) dengan alat bantu pernafasan (ventilator) dengan kunjungan yang hanya untuk keluarga dan waktu yang terbatas. Sadar bahwa ini adalah saat-saat terakhir bersama dengan Ibu, kita mengajukan ke dokter untuk Home Care, dirawat dirumah dengan perawatan standar ICU. Dokter mempersilahkan, tetapi yang mengajukan Home Care juga banyak, dan kita harus antrian untuk mendapatkan ventilator terlebih dahulu. Dari dulu berarti ventilator barang langka ya, hhmmm..

Hanya 3 hari dalam perawatan dirumah (home care), akhirnya Ibu meninggal. Dari kasus meninggalnya Ibu karena pneumonia padahal keluhan ke rumah sakit karena stroke ringan dant tidak pernah punya riwayat pneumonia, saya ingin mengatakan bahwa serangan pada paru-paru seperti Covid-19 itu berlangsung sangat cepat dengan resiko penularan yang tinggi. Selain itu, rumah sakit dimana merupakan tempat berkumpulnya ratusan pasien dengan penyakit yang berbeda adalah hutan rimba bagi virus, bakteri dan jamur. Berhati-hatilah, meskipun kita berada di Rumah Sakit yang bak hotel, tetapi virus, bakteri dan jamur itu makhluk mematikan yang tidak terlihat. Rumah sakit juga bukan tempat yang nyaman bagi lansia dan anak-anak yang lebih rentan dari serangan penyakit.

Bakteri, virus dan jamur di Rumah Sakit adalah yang ‘kelas atas’ dan ‘paling bandel’. Rumah sakit menpunyai jadwal rutin untuk disinfeksi tetapi banyaknya hilir mudik pasien dengan beragam penyakit membuat bakteri, virus dan jamur dengan mudah datang lagi. Ada tips bocoran dari dokter nih, kalo kita akan operasi, sebaiknya kita menanyakan ke Dokter kapan jadwal disinfeksi bagi seluruh ruangan di rumah sakit tersebut dan kita minta jadwal setelah rumah sakit tersebut diadakan disinfeksi total. Kalo kita ke Dokter Gigi, sebaiknya juga kita atur untuk di urutan pertama atau awal-awal, karena alat-alat baru dibersihkan lebih menyeluruh.

Sampai saat ini, 2 April 2020, di Indonesia, jumlah penderita positif Covid-19 sebanyak 1.790 orang, dengan kematian 170 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 55% penderita berada di Jakarta. Harap dicatat, angka-angka tersebut adalah yang terkonfirmasi penderita Covid-19. Jumlah yang sebenarnya, saya yakin jauh diatas angka yang terkonfirmasi.

Untuk DKI Jakarta saja, Anies Baswedan, Gubernur DKI pada tanggal 30 Maret 2020, menyampaikan ada 283 jenasah pada kurun waktu tanggal 6 – 29 Maret 2020, yang dimakamkan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta dengan prosedur seperti penanganan Covid-19. Berbeda jauh dengan data pemerintah, pada tanggal yang sama, yang terkonfirmasi hanya 122 orang yang meninggal. Artinya, masih banyak yang meninggal dengan ciri-ciri Covid-19 tetapi tidak atau belum terkonfirmasi kalau menderita Covid-19.

Hanya selang 3 hari, 2 April 2020, Anies Baswedan melaporkan kepada wapres jumlah yang meninggal yang dimakamkan dengan prosedur Covid-19 telah mencapai 401 orang, pertambahan yang luar biasa dan mengkhawatirkan!

Hitung-hitungan kasar, kalo rasio antara yang meninggal dengan jumlah yang menderita 5%, maka di DKI Jakarta sudah ada 8.000 orang positif terinfeksi Covid-19, angka yang gak main-main.

Dan rasanya apa yang disampaikan Gubernur DKI juga senada dengan hasil kajian dari Badan Intelijen Negara (BIN), yang menyebutkan akan ada sekitar 27 ribu penderita Covid-19 pada akhir April 2020 ini dan akan mencapai puncak pada bulan Juli 2020. Jumlahnya jauh lebih tinggi dari laporan yang terkonfirmasi yang biasanya dijadikan rujukan oleh media.

Jadi, bagi yang masih menganggap remeh Covid-19, tobatlah, ambil langkah-langkah pencegahan seperti yang telah banyak disosialisasikan oleh pemerintah, karena Covid-19 itu menyeramkan…

Dipublikasi di Opini | Tag | Meninggalkan komentar

Work from Home…

Sumber foto: Brilio.Net

Istilah Work from Home lagi ramai, imbas pandemik Corona. Kita dianjurkan untuk tetap dirumah, memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19, dan agar tetap produktif  maka kita diwajibkan Work from Home.

Istilah Work from Home (WFH) yang lagi popular ini membuat saya ingat tempat kerja saya yang dulu, 13 tahun silam.

Tahun 2007-2009 saya bekerja di perusahaan publik berpusat di Inggris yang bergerak dibidang logistik suku cadang pesawat. Ada ribuan suku cadang pesawat yang menjadi mata dagangannya, tersebar di beberapa lokasi antar benua (Australia, Jepang, Hongkong, China, Indonesia, Inggris dan beberapa tempat di Eropa), tapi semuanya terangkum dalam satu database besar yang mudah diakses.

Teknologi Informasi menjadi andalan, interaksi kita sebagai karyawannya dengan database perusahaan yang ada di jaringan komputer memakan waktu paling besar dalam jam kerja kita. Departemen saya Account Management, berhadapan langsung dengan pelanggan yang menyampaikan kebutuhannya sampai closing, urusan penagihan dan komersial, kemudian di-internal, Account Management  membawahi para planner yang merancang pemenuhan kebutuhan pelanggan dengan tepat waktu dan biaya yang efisien, departemen saya juga berhubungan erat dengan bagian gudang (warehousing) yang secara fisik melayani kebutuhan pelanggan, mengatur tempat suku cadang, koordinasi dengan transporter, bea cukai dan lainnya.

Meskipun menangani ribuan suku cadang, karyawan juga tidak banyak dan efektif, komunikasi antar karyawan sangat mudah, bisa memakai chat di intranet ataupun memakai jaringan Blackberry yang pada jamannya merupakan maestro teknologi informasi dalam genggaman. Dalam sehari-hari, komunikasi karyawan antar negara kebanyakan lewat email kemudian telepon, dan sepekan sekali ada teleconference tingkat regional, tiap  dua pekan teleconference untuk semua akun Asia Pasifik. Dan sesekali, CEO Perusahaan menyampaikan kebijakan lewat teleconference untuk seluruh akun didunia. 

Bagi manajemen tempat saya bekerja waktu itu, kehadiran dikantor bersifat pilihan. Saya bisa lebih sering Work from Home daripada harus hadir dikantor yang memakan waktu perjalanan. Yang membuat saya harus ke kantor, karena saya sebagai representative perusahaan yang kadang harus berhubungan dengan manajemen pelanggan dan punya anak buah tidak langsung bagian gudang dimana mereka harus hadir secara fisik, dan saya harus ‘menjaga’ agar saya juga ‘sering terlihat’. Kalopun saya kekantor, jam datang dan pulangnya juga bebas.

Lain lagi, sahabat saya yang bekerja di Technical Representative pabrik mesin pesawat terbang dari Eropa. Para pengguna mesin pesawatnya di wilayah Indonesia, apabila mempunyai permasalahan teknik mengenai mesin tersebut dapat menghubungi teman saya kapanpun, kemudian bila bisa ditangani sendiri ia akan menyampaikan beberapa rekomendasi dan apabila tidak, ia akan menyampaikan permasalahannya ke kantor pusat. Rapat rutin melalui teleconference dilakukan tiap pekan, sedang untuk pelaporan dilakukan per-kasus dan ada rekapitulasi pelaporan yang disampaikan setiap pekan, dan untuk pelaporan yang dilengkapi dengan analisa kehandalan (reliability report) produk dilakukan perbulan yang digabung menjadi analisa kehandalan dari seluruh akun di dunia.

Kehadirannya dikantor bisa dihitung jari, dalam sepekan, rata-rata sekitar 2 – 3 kali ke kantornya yang berada di lingkungan Bandara untuk melayani keluhan pelanggan yang membutuhkan pengamatan langsung ke lokasi. Selebihnya, semua pekerjaan ia lakukan dari rumah.

Ada juga saudara yang curhat ke saya. Dikantornya, ia tidak mendapatkan lagi ruangan kerja khusus, bukan karena turun jabatan, tapi memang kebijakan dari kantornya. Semua ruangan kerja khusus yang biasanya diberikan kepada pejabat struktural dan area kerja kubikal untuk pegawai kerja umumnya ditiadakan. Tidak ada ruangan yang disekat secara massif, semua menjadi satu dalam ruangan terbuka. Dan hebatnya, dalam ruangan terbuka itu, tidak ada meja kursi yang disediakan khusus bagi seseorang pegawai. Siapa yang datang duluan, punya hak memilih tempat kerja dimana saja yang ia suka. Karenanya, tidak boleh ada dokumen atau hal yang bersifat pribadi ditempatkan pada meja kerja itu.

Tempat kerja saudara saya itu adalah perusahaan telekomunikasi milik Negara (BUMN). Pada waktu itu, memang sedang menerapkan kebijakan paperless, semua dokumen dalam bentuk e-file, semua verifikasi yang membutuhkan tanda-tangan juga dilakukan paperless. Akses dokumen bisa dilakukan oleh semua karyawan sesuai dengan hirarki-nya. Sebenarnya, ia bisa melakukan pekerjaan itu semuanya dari rumah, Work from Home, alasan yang membuat ia harus tiap hari ke kantor karena regulasinya belum memungkinkan (maklum BUMN, pasti terkait dengan Birokrasi, hehehe).

Lain dengan keponakan saya, baru tamat kuliah ia langsung bekerja di perusahaan startup pembayaran digital yang baru didirikan pada tahun 2018. Meski baru didirikan, prospek perusahaannya bagus dan sudah menembus level Unicorn. Didirikan dijaman millennial, tentu mengadopsi regulasi dan birokrasi jaman sekarang. Dikantornya disediakan ruang kerja yang lebih mirip tempat wisata. Semua ruangan dibuat santai, meja kerja dibuat tidak formal, ada beberapa akuarium, beberapa dibuat tempat duduk ala café dengan stool, kursi ayunan, lapangan golf mini dengan rumput sintetis dan lainnya.

Jam kerja kantor gak jelas, yang jelas target kerjaannya. Ponakan saya bisa ijin untuk WFH setiap saat, dan itu tidak butuh verifikasi lama dari atasannya, dalam beberapa menit saja dan semua dilakukan lewat smartphone.

Fenomena pandemik virus Corona, salah satu alasan yang membuat perusahaan berpikir untuk lebih mengoptimalkan Work from Home tanpa kehilangan produktifitas dengan menyiapkan perangkat-perangkat dan aturan-aturannya. Dengan teknologi sekarang, apa yang dulu tidak mungkin dikerjakan tanpa kehadiran manusia sekarang sudah menjadi mungkin. Untuk hal yang sederhana pengganti meeting misalnya, sekarang sudah memakai video conference yang jauh lebih ‘hidup’dan mumpuni dibandingkan dengan tele-conference.

Dulu karyawan bagian produksi yang membutuhkan pelibatan manusia paling tinggi untuk operasionalnya. Tapi sekarang sudah bisa dilakukan oleh robot dan CNC (Computer Numeric Control), teknologi terbaru adalah 3D Printing, semudah halnya kita mencetak dokumen ataupun foto.

Vauxhall dan Airbus (keduanya perusahaan Eropa yang merupakan perusahaan otomotif berkolaborasi dengan perusahaan pembuat pesawat terbang), khusus untuk menghadapi ancaman meningkatnya pandemik virus Corona ini membuat ventilator (alat bantu pernapasan) dengan teknologi 3D-Printing. Semua bisa dilakukan dengan sedikit interaksi manusia, hanya dibelakang layar.

Petugas Customer Service, yang rasanya dulu tak mungkin dilakukan oleh mesin, sekarang sudah banyak digantikan oleh computer dan robot. Mungkin kalo robot kesannya kurang bersahabat, sekarang ada hologram manusia yang persis sama dengan manusia memakai teknologi pencahayaan yang menciptakan ‘manusia’ berwujud hologram.  

Sejatinya, pesawat transportasi modern sudah bisa diterbangkan tanpa kehadiran awak pesawat (pilot dan co-pilot) sejak tahun 1990-an. Teknologi autopilot sudah ada, dan pengendalian jarak jauh juga sudah bisa dilakukan pada pesawat. Satu-satunya alasan yang membuat mereka harus tetap hadir adalah álasan psikologis’, bisa dibayangkan bagaimana reaksi penumpang apabila mereka tahu kalo mereka diterbangkan tanpa pilot manusia.  Untuk alasan tersebut, teknologi nir-awak pada pesawat baru bisa digunakan untuk pengangkutan barang atau misi khusus lainnya.

Teknologi sudah sangat berkembang yang memungkinkan kita untuk tetap produktif tanpa harus hadir di kantor. Blessing dari pandemik Corona, semoga kita bisa terus mencari hal kreatif untuk tetap produktif walau kita bekerja dari rumah.

Sekarang, mungkin bagi sebagian besar pegawai, ‘Work from Home’ lebih  berarti ‘standby tinggal dirumah dan harus siap bila diperlukan’akan ada saatnya nanti dimana sebagian besar pegawai melakukan pekerjaan kantor dari rumah.

Selamat bekerja dari rumah!

Dipublikasi di Opini | Tag , , | Meninggalkan komentar

Kopi Ma’il, Kuala Tungkal – Jambi.

Kunjungan pertama ke Kopi Ma’il tahun 2016 yang lalu, ngopi di berandanya…

Bagi yang suka ngopi dan lagi mengunjungi Kota Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat – Jambi, pastikan mengunjungi Warung Kopi H Ismail, ato orang lebih mengenalnya dengan Kopi Ma’il.

Terletak di Pasar Parit I Kuala Tungkal, semua orang kalo ditanya pasti tahu tempatnya. Kuala Tungkal kota kecil, jadi kalo masuk kota dari arah Jambi, terus lurus, nanti akan mentok dan bertemu pertigaan. Kalo kea rah kanan ke Kantor Pemkab dan kita ke arah kiri untuk menuju Kopi Ma’il. Kemudian, silahkan bertanya ya, atau pake google maps, hehehe, karena saya meski sudah sering ke Kuala Tungkal, pun juga ini kota kecil, saya gak hafal-hafal jalannya.

Jalan tempat Kopi Ma’il berada terkenal dengan Pasar BJ (entah apa singkatannya). Konon, katanya dulu penyelundupan barang ex Singapore marak terjadi di Kuala Tungkal. Nah, banyak toko-toko di sekitar jalan Pasar Parit I ini yang jualan barang ex-Singapore itu. Barangnya beragam ada sepeda, kasur lipat, perabot, sepatu, karpet dan lain-lain. Kok malah bahas barang BJ, hehehe…

Senengnya ngopi di Kopi Ma’il karena suasananya. Sangat proletar banget, dan khas. Kopinya bener-bener warung kopi jalanan, makanan kecil yang dihidangkan juga makanan rakyat khas Tungkal. Ada Roti Canai, roti Anim (khas Tungkal nih), Ketan kelapa, bolu dan makanan lainnya.

Pilihan kopinya ada kopi tubruk dan kopi saring. Mau ditambah susu bisa, atau tambah kuning telur (terus terang sampe sekarang saya belum pernah coba kopi telur, perpaduan yang gak jelas menurut saya, belum berani coba, hehehe).

Saya berempat dengan teman ketika berkunjung ke Ma’il hari ini. Pesen kopi tubruk 1, kopi saring 2 dan ada milo 1. Makan bolu 2 buah dan roti 2 buah. Tahu berapa habisnya? Sangat murah, hanya Rp 27.000,-.

Oh ya, Kopi Ma’il terkenal sebagai tempat tongkrongannya untuk bicara politik. Entah politik lokal atau nasional. Waktu pertama saya berkunjung tahun 2016 yang lalu, pas janjian ketemuan dengan teman-teman LSM, nah pas saya berkunjung hari ini, eh ketemu dengan wartawan media lokal. Pantesan Rocky Gerung pernah kesini!

Tapi gak selalu politik sih, karena pengunjung sini sangat beragam, mulai dari millenials sampai bapak-bapak tua. Nah yang jarang cewek-cewek, gak seperti di café-café kekinian. Mungkin karena jarang cewek ya, makanya yang diomongin politik.

Oya mengenai rasa kopinya? Hhhmmm, bagi yang penikmat kopi serius mungkin Kopi Ma’il kurang tepat ya. Saya coba kopi saring, rasanya tidak terlalu pahit, ringan dan after taste kurang ya. Yang saya suka malah bolu-nya. Bolu yang seperti bentuk buah coklat itu umum ada dimana-mana, tapi yang ini manisnya pas, tidak terlalu manis, dan ditengahnya kayak ada isi kejunya dikit, terus tidak terlalu kering seperti bolu umumnya.

Okay, nih dia foto-fotonya selama kita ke Kopi Ma’il.

Dipublikasi di Uncategorized | Tag , , | Meninggalkan komentar

Politik emak-emak…

Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, memeluk keluarga korban teroris penembakan 2 Masjid di Chistchurch pada tanggal 15 Maret 2019 lalu.

Setelah berdiskusi panjang akhirnya diputuskan, mudik kali ini ke Jawa Timur, dan bawa mobil sendiri dari rumah di Bogor.

Istriku langsung bilang ‘Tapi jangan naik tol Jokowi!!’, tampangnya serius, ngomongnya rada berteriak lagi.

Giliran saya yang kaget ‘Loh…?!?, kok bisa?, kaget bercampur geli dan akhirnya saya ngakak guling-guling.

Saya bilang ‘Emangnya duit Jokowi yang bangun, enak aja, ya kita harus ngejar waktu, walau emang mbosenin kalo naik tol, gak bisa mampir – mampir!’.

Isteriku tetap gak terima, ngeluh, utamanya karena bayar tol-nya yang mahal, ratusan ribu rupiah, melebihi harga untuk konsumsi bensin selama perjalanan menuju Surabaya, dan kayaknya kita ‘dipaksa’untuk memakai tol, karena diberlakukan one way, sedang naik pesawat juga harganya melambung tinggi.

Saya dan isteri bukan pemilih Jokowi, sejak 2014 yang lalu. Di tahun 2014, meski bukan pemilih Jokowi, dia biasa aja  pilih Prabowo, bukan dengan ‘dendam’ yang membara seperti sekarang, kayaknya sakit hati dia, soalnya listrik naik 3 kali lipat, bensin naik dan sering complaint kalo belanja di tukang sayur yang keliling kompleks harganya pada mahal semua, atau ukurannya yang semakin kecil meski harganya tetap.

Bukan hanya itu, tetiba disela waktu buka puasa istriku bilang ‘Bang, nih gak bener pemerintahan sekarang, apa-apa mahal, semua duit rakyat dikurasin, BPJS diembat, sampe gak bisa bayar tagihan rumah sakit, udah kita gak usah ikut BPJS sekarang, ntar kalo sakit juga gak ditanggung, kita tabung aja duitnya!

‘Salah tu, yang diambil buat infrastruktur itu BPJS Ketenagakerjaan, kalo yang gak mampu bayar itu BPJS Kesehatan. Tapi emang kebangetan juga pemerintah, ini namanya komersialisasi pelayanan publik, ya namanya untuk kesehatan warganya, ya harus ada subsidi-lah, masak pemerintah maunya untung dari BPJS kesehatan!, kali ini saya membenarkan juga ucapan istriku, ‘Malas juga bayar BPJS kalo kayak gini caranya, tapi sialnya preminya dah dipotong duluan, kita kan diwajibkan!

‘Kita gak usah bayar pajak, kita tahan dulu duitnya, situasi gak menentu nih!, kemudian dia menambahkan.

Kaget saya berkata, ‘Emang semua pajak kan udah ditarikin, tiap bulan ditarikin pajak penghasilan, apa lagi?

‘PBB kan kita belum bayar!!

Dalam hati ‘Ingat juga ya dia, kalo kudu bayar PBB, biasanya saya bayarnya pasti telat, langsung 2 atau 3 tahun sekaligus, hehehe’, saya gak terlalu menanggapinya.

‘Kita tarikin juga uang kita di Bank, entar lagi rush lho, kayak dulu di tahun 98!

‘Whattt, ditarikin duit, emangnya seberapa banyak sih duit kita di Bank, kita kan bukan nasabah premium yang punya duit ratusan milyar, yang kalo ditarikin duit bisa sekarat tuh Bank’, saya membatin, kemudian ngomong ke istriku ‘Ah, jangan ikut-ikutan ajakan yang banyak di medsos tuh!.

Pilpres 2019 fenomena tersendiri, bangkitnya militansi emak-emak! Kalau dalam lingkungan dekat, bukan isteri saya saja yang begitu, keluarga saya yang ‘emak-emak’, omongannya ngeri-ngeri, hehehe, pokoknya no excuse untuk Jokowi. Ngomongnya lebih banyak pakai perasaan saja, curhat atas semua kondisi sekarang.

Yang saya salut dari mereka militansi-nya yang luar biasaaa!

Kalo udah gak suka kepada sesuatu, dengan segala cara ia akan melampiaskan ketidak-sukaannya, tapi sebaliknya, kalo sudah suka sama sesuatu, segala cara juga akan ditempuh untuk menunjukkan aspirasi pilihannya! Waktu dan uang juga rela mereka korbankan.

Dan payahnya, kalo udah benci sama seseorang, bawaannya curigaan terus sama apapun yang dilakukan orang tersebut. Sebaliknya kalo udah suka, dia cenderung akan nurutin apa yang dikatakan idolanya.

Keluargaku yang lain, yang sebelumnya jarang ngomongin politik, tiba-tiba pamer foto dengan Rocky Gerung dan Haikal Hassan dalam suatu forum. Waduh, kalah juga nih saya, hahaha, batin saya.

Itulah emak-emak kalo udah terjun berpolitik, lebih memakai perasaan, tidak mau kompromi, rela berkorban, dan sangat peduli!

Saya kemudian mempunyai jawaban atas beberapa fenomena politik emak-emak:

Pantaslah Megawati cuekin SBY meski dia Presiden selama 10 tahun, karena Megawati merasa dikhianati ketika SBY mundur dari kabinetnya waktu ia jadi presiden,

Megawati dan Rachmawati yang berseberangan dan bak musuh bebuyutan meski mereka bersaudara,

Theresa May, yang dengan berurai air mata menyatakan akan mundur menjadi Perdana Menteri Inggris sejak 7 Juni 2019 karena merasa gagal membawa Inggris untuk keluar dari Uni Eropa dalam kesepakatan Brexit,

Jacinda Ardern, Perdana Menteri Selandia Baru, dengan langkahnya yang sangat simpatik dan penuh kasih kepada para keluarga korban teroris di dua masjid di Christchurch pada tanggal 15 Maret 2019 lalu. Bahkan, ia tidak mau menyebut nama teroris itu saking bencinya, dan memeluk dengan penuh kasih para keluarga korban perempuan. Sangat menyentuh dan menuai simpati dunia,

Dan Angela Markel, Perdana Menteri Jerman yang mempunyai kebijakan ‘Satu Juta Imigran’untuk membuka pintu negaranya bagi imigran Suriah, Afghanistan dan Irak meski ditentang oleh banyak pihak di negaranya yang mengkhawatirkan ancaman keamanan dalam negeri Jerman. Kebijakan ini lebih kepada rasa kemanusiaan daripada politik.

Itulah politik emak-emak, perasaan yang berbicara!

Dipublikasi di Opini | Tag , | Meninggalkan komentar

NKRI Harga Mati *

*Syarat dan Ketentuan Berlaku…

Api dalam sekam akhirnya terbuka juga, rakyat Aceh ingin merdeka. Akumulasi dari berbagai kekecewaan, karena harapan yang tak kunjung menjadi kenyataan sementara kedaulatan dan harga diri dengan bergabung ke Indonesia malah semakin tercabik.

Aceh mempunyai kearifan lokal dengan suasana islam yang kuat, sebagai bentuk keistimewaan, Aceh menjalankan syariah islam secara formal yang difasilitasi oleh pemerintah. Peraturan Daerah-nya (dikenal dengan nama Qanun) mengakomodasi adanya hukuman cambuk, ada razia pacaran, tidak ada bioskop di Aceh, hukuman bagi zina dengan cara islam dan lainnya.

Sayangnya, meski menjadi bagian dari Negara Indonesia yang mayoritas muslim, kearifan local tersebut bukannya mendapat dukungan sebagaimana layaknya dari keluarga besarnya, tetapi malah mendapat cibiran.

Penerapan Perda Syariat Islam di Aceh Diminta Dikaji Ulang

Begini Tanggapan WNA Terhadap Hukum Cambuk di Aceh

Padahal Aceh dari dulu sudah bersikeras dengan Gerakan Aceh Merdeka-nya, ingin lepas dan mandiri dari Indonesia, tetapi Indonesia yang bersikeras agar Aceh tetap menjadi bagian dari Indonesia.

Aceh merasa sendiri, harga diri dilecehkan, dan akhirnya Muzakir Manaf, ex Panglima GAM harus mengatakan dalam sebuah acara resmi,tanggal 29 Mei 2019 lalu, dihadapan panglima wilayah tertinggi TNI di Aceh (Pangdam) dan disambut tepukan riuh menyetujui dari peserta yang hadir, bahwa Aceh ingin ada referendum, jajak pendapat dari rakyat Aceh, Merdeka atau tetap menjadi bagian dari NKRI.

Lain lagi dengan Yogyakarta, yang juga merupakan Daerah Istimewa. Keistimewaan Yogyakarta salah satunya Gubernur yang akan selalu dijabat oleh Sultan Hamengkubuwono dan Wakil Gubernur diduduki oleh Adipati Paku Alam. Sebelum disahkan dalam Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta, pemerintah sempat mengutak-atik agar 2 jabatan itu dipilih secara demokratis, dan itu membuat Sultan Hamengkubuwono berang.

Mengapa Sri Sultan Mengusulkan Referendum?

Salah satu keistimewaan Yogyakarta karena ia berdiri lebih lama dari Republik Indonesia ini. Dan banyak peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan tiba-tiba, ketika bergabung dengan Indonesia, semua aturan seperti mau diutak-atik lagi, dan hal itu membikin gerah bagi elit Yogyakarta. Di Yogyakarta non pribumi tidak diperkenankan memiliki tanah hak milik, aturan yang sudah berjalan puluhan tahun, tiba-tiba digugat dengan alasan diskriminasi dan sebagainya. Apa gak bikin jengkel ya, Yogyakarta yang sudah menjadi Negara sejak lama yang menyatakan ingin bergabung dengan Indonesia yang masih Negara baru waktu itu, tapi kemudian diutak-atik oleh oknum-oknum yang tidak tahu sejarah.

Mengapa Warga Negara Non Pribumi Tidak Boleh Mempunyai Tanah di Jogja?

Kontroversi Larangan Tionghoa Miliki Tanah di Yogya

Indonesia itu super kaya, sumber daya alam dan sumber daya manusianya sangat melimpah, tetapi semua di eksploitasi dan dijual mentahnya saja.

Minyak dan gas di Jambi dialirkan ke Singapura, padahal Jambi sendiri sering byar pet. Dengan adanya migas yang dialirkan ke Singapura, orang Singapura bisa bikin pabrik dan berproduksi untuk dijual ke negara lain, sedangkan Jambi ya jangankan untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik, untuk rumah tangga aja masih suka byar pet.

Di Jambi banyak hasil perkebunan berupa Pinang, hasilnya banyak diekspor ke India, pinang mentah saja, dan di India dibuat bahan dasar kosmetik dan obat. Pelepah pinang yang sudah sampah, di ekspor ke Malaysia, dan di Malaysia dibikin piring organik pengganti styrofoam. Kalo pelepah pinang harganya Rp 500 perlembar, piring organik bisa mencapai Rp 5.000 perbuah. Satu pelepah pinang bisa buat 3 -4 piring.

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan mineral, termasuk bauksit. Biji bauksit adalah bahan mentah untuk aluminium. Tapi meski kaya akan bauksit, PT Inalum (Persero), induk holding BUMN pertambangan yang memproduksi aluminium, terpaksa harus mengimpor bahan baku.

Sebab, bauksit harus diolah dulu menjadi alumina, baru setelah itu bisa diolah menjadi aluminium batangan. Masalahnya, Indonesia belum memiliki fasilitas pengolahan (smelter) untuk mengkonversi bauksit menjadi alumina.

Akibatnya, Inalum bergantung pada pasokan alumina impor dari Australia, yang sebenarnya membeli bauksit dari Indonesia. Ironisnya, bauksit diekspor dengan harga hanya USD 25-30  per ton. Lalu diimpor lagi oleh Indonesia dalam bentuk alumina dengan harga USD 300-350 per ton.

Bahkan untuk tenaga kerja saja kita ekspor ‘mentah’ itupun tenaga kerja kasar, bayangkan jika TKW dan TKI yang ada diluar negeri itu tersedia lapangan pekerjaan di Indonesia, betapa produktifnya negara ini.

Pemerintah lagi masif mendengungkan Negara Kesatuan Republik Indonesia harga mati! Bagi warga Negara Indonesia kebanyakan, justru hal itu menjadi tanda-tanya besar, rasanya baik-baik saja keadaan Negara ini, tapi kenapa ramai dipermasalahkan.

Karena ramai dipermasalahkan, malah membuka kesadaran sebagian besar masyarakat, memang apa ya untungnya NKRI harus harga mati. Apakah memang NKRI yang harus harga mati, tidakkah lebih penting keadilan dan kemakmuran yang harga mati?

Ingin Indonesia tetap menjadi Negara kesatuan tapi nyinyir pada perbedaan, merasa golongannya sendiri yang punya negeri ini menafikan kelompok masyarakat lain.

Ingin Indonesia tetap menjadi Negara Kesatuan tapi malah menodai perasaan bangsa Indonesia dengan memasukkan banyak tenaga kerja asing ke Indonesia.

Ingin Indonesia tetap menjadi Negara Kesatuan tapi malah tidak menghargai kerja bangsa sendiri, impor beras waktu lagi panen, impor gula sementara gula produksi petani sendiri tidak dihargai.

Ingin Indonesia tatap menjadi Negara Kesatuan, tapi membuat rakyatnya seolah tikus yang mati di lumbung padi, kekayaan melimpah tetapi rakyatnya miskin, sementara pemerintahnya malah tertangkap banyak yang korupsi.

Ingin Indonesia tetap menjadi Negara Kesatuan, tapi jalan mulus hanya di Jawa saja, sementara di banyak tempat di luar Jawa, jalan mulus adalah suatu kemewahan.

Ingin Indonesia tetap menjadi Negara Kesatuan, tetapi rakyatnya ditodong senjata, dihujani gas air mata, diburu kayak tikus sawah dan dipukul didepan ribuan mata.

Ingin Indonesia tetap menjadi Negara Kesatuan tapi malah tidak melindungi warga negaranya sendiri, dipenjara orang-orang yang berbeda pendapat.

Ingin Indonesia tetap menjadi Negara Kesatuan tapi malah membagi-bagi jabatan kepada golongannya sendiri, seakan yang lain tidak boleh berkontribusi karena kalah dalam kompetisi demokrasi.

‘Negara Kesatuan Republik Indonesia’ bukanlah slogan yang harus diperdengarkan di banyak media, ditulis besar di jutaan spanduk dan baliho seantero negeri yang seakan-akan menakut-nakuti. ‘Negara Kesatuan Republik Indonesia’ adalah rasa yang akan mempersatukan segenap bangsa Indonesia tanpa disuruh apabila syarat dan ketentuannya berlaku!

Dipublikasi di Opini | Meninggalkan komentar